Bulan Agustus identik dengan perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Di berbagai daerah, masyarakat menggelar beragam perlombaan seperti panjat pinang, balap karung, tarik tambang, makan kerupuk, dan lain sebagainya. Lomba-lomba ini biasanya diikuti dengan penuh semangat dan keceriaan sebagai wujud rasa syukur dan kebersamaan. Namun demikian, di balik suasana meriah tersebut, terdapat potensi pelanggaran hukum syariah apabila pelaksanaan lomba mengandung unsur qimar atau perjudian. Dalam ajaran Islam, setiap bentuk perjudian diharamkan karena mengandung unsur mengambil harta orang lain secara batil.
Secara umum kaidah-kaidah perlombaan tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, hukum perlombaan secara umum dalam Islam adalah dibolehkan. Bahkan jika di dalamnya tidak ada hadiah yang diperebutkan, maka hukumnya boleh secara mutlak. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Qudamah:
أَجْمَعَ الْمُسْلِمُونَ عَلَى جَوَازِ الْمُسَابَقَةِ فِي الْجُمْلَةِ. وَالْمُسَابَقَةُ عَلَى ضَرْبَيْنِ مُسَابَقَةٌ بِغَيْرِ عِوَضٍ وَمُسَابَقَةٌ بِعِوَضٍ. فَأَمَّا الْمُسَابَقَةُ بِغَيْرِ عِوَضٍ فَتَجُوزُ مُطْلَقًا مِنْ غَيْرِ تَقْيِيدٍ بِشَيْءٍ مُعَيَّنٍ كَالْمُسَابَقَةِ عَلَى الْأَقْدَامِ وَالسُّفُنِ وَالطُّيُورِ وَالْبِغَالِسيي وَالْحَمِيرِ وَالْفِيَلَةِ وَالْمَزَارِيقِ وَتَجُوزُ الْمُصَارَعَةُ، وَرَفْعُ الْحَجَرِ لِيُعْرَفَ الْأَشَدُّ
Artinya, “Ulama Islam ijma’ atas kebolehan perlombaan secara umum. Perlombaan ada dua macam, yaitu perlombaan tanpa ada hadiah dan perlombaan dengan hadiah. Perlombaan tanpa hadiah yang diperebutkan hukumnya boleh secara mutlak tanpa ada ketentuan mengikat, seperti lomba lari, perahu, burung, bighal, keledai, gajah, dan lembing. Begitu pula boleh lomba gulat dan lomba angkat batu untuk mengetahui siapa yang paling kuat.” (Ibnu Qudamah, Al-Mughni, [Kairo, Maktabah Al-Qahirah: 1968], jilid IX, halaman 240).
Bahkan jika perlombaan tersebut berkaitan dengan ketangkasan seperti dalam konteks untuk keperluan jihad bela negara, maka hukumnya disunahkan. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Syekh As-Syirbini:
والمسابقة الشاملة للمناضلة سنة للرِّجَال الْمُسلمين بِقصد الْجِهَاد بِالْإِجْمَاع وَلقَوْله تَعَالَى: وَأَعدُّوا لَهُم مَا اسْتَطَعْتُم من قُوَّة. وَفسّر النَّبِي صلى الله عليه وسلم الْقُوَّة بِالرَّمْي
Artinya, “Perlombaan yang mencakup juga lomba memanah hukumnya sunah bagi laki-laki Muslim dengan tujuan jihad bela negara secara ijma’. Juga berdasarkan firman Allah: ‘Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kalian sanggupi’ (QS Al-Anfal: 60). Rasulullah saw menafsirkan kata ‘kekuatan’ dalam ayat makna dengan memanah.” (Al-Khatib As-Syirbini, Al-Iqna’ fi Halli Alfazhi Abi Syuja’, [Beirut, Darul Fikr: 1431 H), jilid II, halaman 596).
Kedua, hukum perlombaan dengan adanya hadiah yang diperebutkan ada tiga, yaitu:
1.Jika hadiah tersebut dari pihak ketiga dan tidak diambilkan dari para peserta, maka hukumnya boleh. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Imam An-Nawawi:
فَأَمَّا الْمُسَابَقَةُ بِعِوَضٍ فَجَائِزَةٌ بِالْإِجْمَاعِ لَكِنْ يُشْتَرَطُ أَنْ يَكُونَ الْعِوَضُ مِنْ غَيْرِ الْمُتَسَابِقَيْنِ
Artinya, “Perlombaan dengan hadiah hukumnya boleh secara ijma’ akan tetapi dengan syarat hadiah tidak berasal dari para peserta lomba” (An-Nawawi, Al-Minhaj Syarhu Muslim, [Beirut, Dar Ihyait Turats: 1392 H], jilid XIII, halaman 14).
2.Jika hadiah berasal dari salah satu peserta, maka hal seperti ini juga dibolehkan. Dalam kitab Nihayatul Muhtaj disebutkan:
وَ يَجُوزُ شَرْطُهُ (مِنْ أَحَدِهِمَا فَيَقُولُ إنْ سَبَقْتَنِي فَلَكَ عَلَيَّ كَذَا وَإِنْ سَبَقْتُكَ فَلَا شَيْءَ) لِي (عَلَيْك) إذْ لَا قِمَارَ
Artinya, “Boleh mensyaratkan hadiah dari salah satu peserta seperti seseorang berkata: “Jika kamu mengalahkan aku, maka kamu akan mendapatkan hadiah sekian dariku. Namun jika aku mengalahkanmu, maka tidak ada tanggungan apapun atasmu untukku. Lomba semacam ini dibolehkan karena di dalamnya tidak ada unsun judi (qimar).” (Syamsuddin Al-Ramli, Nihayatul Muhtaj, [Beirut, Darul Fikr: 1984], jilid VIII, halaman 168).
3 .Jika hadiah berasal dari masing-masing peserta, maka ulama sepakat atas keharamannya, karena termasuk kategori judi (qimar). Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani sebagai berikut
: وَجَوَّزَ اَلْجُمْهُور أَنْ يَكُونَ مِنْ أَحَدِ اَلْجَانِبَيْنِ مِنْ اَلْمُتَسَابِقَيْن وَكَذَا إِذَا كَانَ مَعَهُمَا ثَالِثٌ مُحَلِّلٍ بِشَرْطِ أَنْ لَا يُخْرِجَ مِنْ عِنْدِهِ شَيْئًا لِيُخْرِجَ الْعَقْدَ عَنْ صُورَةِ الْقِمَارِ وَهُوَ أَنْ يُخْرِجَ كُلٌّ مِنْهُمَا سَبَقًا فَمَنْ غَلَبَ أَخَذَ اَلسَّبَقَيْنِ فَاتَّفَقُوا عَلَى مَنْعِهِ
Artinya, “Mayoritas ulama membolehkan adanya hadiah dari salah satu peserta lomba. Begitu pula hadiah boleh dari kedua peserta jika melibatkan orang ketiga yang menjadi muhallil, dengan syarat orang ketiga tersebut tidak mengeluarkan apapun dari dari dirinya (untuk dijadikan hadiah) agar akad perlombaan tidak menjadi judi (qimar). Yang dimaksud judi (qimar) adalah masing-masing dari peserta mengeluarkan kontribusi atau harta dengan kesepakatan siapa saja yang menang, maka ia berhak mendapatkan harta yang terkumpul tersebut. Dalam hal ini ulama sepakat melarang praktek judi tersebut.”(Ibnu Hajar Al-‘Asqalani, Fathul Bari, [Mesir, Al-Maktabah As-Salafiyah: 1390 H), jilid IV, halaman 73)
1. Hadiah Berasal dari Pihak Ketiga Hadiah yang diberikan kepada pemenang lomba sebaiknya berasal dari pihak ketiga seperti sponsor, donatur, kepala daerah, atau dana umum yang tidak dikumpulkan dari peserta lomba. Jika hadiah berasal dari uang iuran peserta yang dikumpulkan lalu diberikan kepada pemenang, maka hal tersebut dapat masuk kategori perjudian, karena terdapat pihak yang mendapatkan keuntungan materi dari kerugian pihak lain.
2. Iuran Peserta Hanya untuk Biaya Operasional Apabila panitia memungut iuran dari peserta, dana tersebut harus digunakan sepenuhnya untuk kebutuhan teknis dan operasional acara, seperti pembelian peralatan lomba, dekorasi, atau konsumsi. Penggunaan dana iuran peserta untuk hadiah pemenang sangat berisiko menjerumuskan kegiatan ke dalam unsur judi. Oleh karena itu, pemisahan dana operasional dan dana hadiah menjadi penting untuk menjaga kemurnian niat penyelenggaraan lomba.
3. Hasil Penjualan Boleh Dijadikan Dana Hadiah Panitia dapat menggalang dana hadiah melalui penjualan produk seperti kaos, suvenir, atau makanan. Uang yang diperoleh dari kegiatan jual beli ini diperbolehkan digunakan untuk hadiah selama harga barang yang dijual wajar dan tidak memberatkan pembeli. Karena sumber dana berasal dari transaksi jual beli yang sah, bukan dari taruhan peserta, maka penggunaan dana ini untuk hadiah tidak termasuk ke dalam kategori judi.
4. Adanya Muhallil atau Peserta Gratis Apabila lomba menetapkan biaya pendaftaran, maka setidaknya harus ada satu peserta yang diikutsertakan tanpa membayar biaya apapun, namun tetap memiliki peluang yang sama untuk menang. Peserta ini disebut muhallil. Kehadiran muhallil penting untuk menghilangkan unsur judi, karena tidak semua peserta mempertaruhkan uangnya untuk memperebutkan hadiah.