Pelajari cara menyeimbangkan antara bersabar dan bertindak menghadapi ujian hidup menurut Al-Qur’an, hadits, dan pandangan ulama agar hidup lebih tenang dan produktif.
Setiap manusia pasti menghadapi ujian hidup, baik berupa kesulitan, cobaan, maupun musibah. Dalam Islam, ujian bukan sekadar tantangan, tetapi juga sarana untuk mengukur iman, kesabaran, dan ketekunan seorang hamba. Saat menghadapi ujian, seorang Muslim sering dihadapkan pada dilema: apakah cukup bersabar ataukah perlu bertindak aktif untuk mengubah keadaan? Keduanya tidak saling meniadakan, melainkan saling melengkapi jika ditempatkan pada proporsinya.
Sabar dalam istilah syar’i adalah menahan diri dari marah, gelisah, atau putus asa ketika menghadapi musibah, sambil tetap ridha terhadap ketentuan Allah. Sabar bukan sikap pasif; ia adalah kekuatan batin yang memungkinkan seorang Muslim tetap tenang dan tawakal pada Allah. Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”
(QS. Al-Baqarah: 153)
Bertindak adalah usaha nyata untuk mengatasi masalah, mengambil sebab, dan berupaya sesuai kemampuan. Islam mendorong hamba-Nya untuk berusaha dengan sungguh-sungguh agar ujian dapat dihadapi secara efektif. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah. Namun pada keduanya ada kebaikan. Berusahalah dengan apa yang bermanfaat, mintalah pertolongan Allah, dan jangan menyerah.”
(HR. Muslim)
Keseimbangan antara keduanya menjadi kunci: sabar tanpa usaha bisa stagnan, usaha tanpa kesabaran bisa putus asa atau frustrasi.

Al-Qur’an menekankan sabar sebagai sikap yang mulia, sekaligus mendorong manusia untuk bertindak sesuai sebab:
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan.”
(QS. Al-Maidah: 2)
Selain itu, Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.”
(QS. Ar-Ra`d: 11)
Ayat ini menegaskan bahwa manusia wajib berikhtiar untuk memperbaiki diri, bukan hanya menunggu pertolongan datang tanpa usaha.
Rasulullah ﷺ mencontohkan keseimbangan antara kesabaran dan ikhtiar. Dalam sebuah hadits:
“Tidaklah seorang Muslim tertimpa kesusahan, lalu ia bersabar, melainkan Allah menggantinya dengan pahala yang besar.”
(HR. Ahmad)
Namun, Nabi ﷺ juga menunjukkan pentingnya bertindak. Misalnya, ketika menghadapi peperangan atau konflik, beliau selalu merencanakan strategi, membagi tugas, dan mengambil langkah nyata. Dalam situasi sehari-hari, beliau menekankan:
“Ikatlah untamu, lalu bertawakallah.”
(HR. Tirmidzi)
Ini menegaskan bahwa usaha nyata (ikhtiar) harus diikuti tawakal dan kesabaran.
Dalam Ihya Ulumuddin, Al-Ghazali menekankan bahwa sabar harus diiringi usaha lahir dan batin. Ketika menghadapi ujian, mukmin harus aktif mencari solusi sambil menenangkan hati dan ridha pada ketentuan Allah.
Ibn Qayyim menjelaskan bahwa kesabaran dan ikhtiar ibarat dua sayap yang membuat seorang mukmin mampu “terbang” menghadapi ujian hidup. Sabar tanpa ikhtiar seperti burung tanpa sayap; ikhtiar tanpa sabar seperti burung yang sayapnya patah karena tergesa-gesa.
Ibnu Taymiyyah menegaskan bahwa menghadapi ujian bukan berarti menunggu takdir secara pasif. Sabar harus diiringi ikhtiar sesuai sebab yang syar’i. Dengan demikian, seorang Muslim menjadi produktif sekaligus sabar dalam menghadapi musibah.
Dalam Riyadhus Shalihin, Imam Nawawi menekankan bahwa sabar terbagi menjadi tiga: sabar atas ketaatan, sabar menghadapi maksiat orang lain, dan sabar atas musibah. Ketiganya harus diimbangi dengan usaha untuk memperbaiki diri dan lingkungan.
Masalah ekonomi: Seorang Muslim yang kehilangan pekerjaan harus bersabar dan tawakal, namun juga aktif mencari pekerjaan, meningkatkan keterampilan, atau memulai usaha baru.
Kesehatan: Ketika sakit, bersabar adalah wajib agar tidak putus asa, namun tetap dianjurkan berobat dan menjaga pola hidup sehat.
Pendidikan dan karier: Mahasiswa yang gagal ujian harus bersabar menerima kegagalan, tetapi juga bertindak dengan belajar lebih giat, memperbaiki metode, dan mencari bimbingan.
Hubungan sosial: Bersabar menghadapi konflik, namun tetap bertindak dengan cara bijak untuk menyelesaikan masalah tanpa merusak hubungan.
Musibah alam atau bencana: Mengungsi atau mengevakuasi diri adalah ikhtiar, sedangkan menerima ujian dengan sabar dan berdoa adalah bagian dari tawakal.

Evaluasi situasi: Tentukan apakah kondisi membutuhkan kesabaran, tindakan, atau keduanya.
Tetapkan niat: Usaha harus diniatkan untuk kebaikan dan ridha Allah.
Ambil langkah konkret: Lakukan usaha sesuai kemampuan dan syariat.
Berdoa dan bertawakal: Serahkan hasilnya kepada Allah.
Konsistensi: Bersabar dalam proses dan terus berusaha meski hasil belum tampak.
Evaluasi ulang: Jika usaha gagal, pelajari kesalahan dan sesuaikan langkah.
Refleksi dan syukur: Sabar bukan sekadar menahan diri, tetapi juga mengajarkan bersyukur atas hikmah di balik ujian.
Islam mengajarkan keseimbangan antara bersabar dan bertindak. Sabar memberikan ketenangan batin, bertindak memberikan solusi nyata. Keduanya saling melengkapi: sabar tanpa usaha bisa stagnan, usaha tanpa sabar bisa frustasi. Seorang Muslim yang matang adalah yang mampu menggabungkan keduanya: bersabar menghadapi ujian hidup sambil aktif mengambil langkah untuk memperbaiki keadaan, selalu disertai tawakal dan doa. Dengan demikian, ujian menjadi sarana pertumbuhan iman, ketekunan, dan keberkahan dalam hidup.
Kamu dapat menyalurkan fidyah melalui lembaga resmi seperti BAZNAS Kota Sukabumi , yang menyalurkan fidyah, zakat, dan infak dengan amanah dan tepat sasaran. Semoga dengan menunaikan fidyah dengan benar, ibadah kita diterima Allah SWT dan menjadi jalan menuju keberkahan, ampunan, serta ridha-Nya.
Aamiin ya Rabbal ‘alamin.
Untuk referensi bacaan singkat lainnya mengenai sabar dan bertindak dalam menghadapi ujian melalui BAZNAS Kota Sukabumi dengan tema Antara Bersabar dan Bertindak: Menentukan Sikap Tepat dalam Menghadapi Ujian Hidup
