Bingung memilih antara Aqiqah dan Kurban? Temukan penjelasan lengkap tentang perbedaan, hukum, dan waktu pelaksanaannya. Ketahui juga mana yang sebaiknya didahulukan menurut syariat Islam.
Dalam ajaran Islam, terdapat dua ibadah penyembelihan hewan yang sering dilakukan oleh umat Muslim, yakni aqiqah dan kurban. Keduanya memiliki nilai spiritual yang sangat tinggi karena sama-sama menjadi bentuk penghambaan dan rasa syukur kepada Allah SWT. Meski sekilas tampak serupa karena sama-sama melibatkan penyembelihan hewan, namun ini memiliki perbedaan mendasar, baik dari sisi waktu, niat, maupun tujuan pelaksanaannya.

Aqiqah dan kurban memiliki beberapa kesamaan. Pertama, keduanya sama-sama sunnah muakkadah, yaitu ibadah yang sangat dianjurkan untuk dilakukan oleh setiap Muslim yang mampu. Menurut mazhab Syafi’i, baik aqiqah maupun kurban menjadi sunnah selama tidak dinadzarkan. Jika seseorang bernazar untuk melakukannya, maka hukum pelaksanaannya menjadi wajib.
Kedua, keduanya sama-sama melibatkan penyembelihan hewan ternak seperti kambing, domba, sapi, atau unta yang memenuhi syarat tertentu, seperti cukup umur, sehat, dan tidak cacat.
Ketiga, keduanya juga sama-sama memiliki nilai sosial dan spiritual yang tinggi. Melalui penyembelihan hewan, umat Islam diajarkan untuk berbagi kepada sesama, terutama kepada fakir miskin. Daging hasil sembelihan dibagikan sebagai bentuk sedekah dan rasa syukur atas nikmat yang telah Allah SWT berikan.
Dari sisi makna, keduanya juga mengandung unsur ketaatan, pengorbanan, dan kepedulian. Aqiqah menjadi simbol syukur atas anugerah kelahiran anak, sedangkan kurban menjadi simbol ketundukan kepada perintah Allah, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS.
Ibadah kurban dilaksanakan setiap tahun pada tanggal 10 Dzulhijjah (Hari Raya Idul Adha) dan hari-hari tasyrik (11–13 Dzulhijjah). Kurban termasuk amalan yang paling dicintai oleh Allah SWT di hari raya tersebut. Rasulullah SAW bersabda:
“Tidak ada amalan anak Adam yang lebih dicintai oleh Allah pada hari Nahr (Idul Adha) daripada menyembelih hewan kurban.”
(HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Makna kurban bukan hanya sekadar menyembelih hewan, tetapi tentang keikhlasan dan pengorbanan. Kisah Nabi Ibrahim AS yang bersedia menyembelih putranya menunjukkan bahwa cinta dan ketaatan kepada Allah harus mengalahkan segala bentuk cinta duniawi.
Kurban juga memiliki hikmah sosial. Daging hasil sembelihan dibagikan kepada fakir miskin, kerabat, dan tetangga. Dengan cara ini, seorang Muslim mempererat tali persaudaraan, memperluas manfaat rezeki, serta menumbuhkan empati dan solidaritas sosial. Meskipun hukumnya sunnah, ibadah ini sangat dianjurkan bagi setiap Muslim yang memiliki kemampuan finansial.
Ibadah penyembelihan sebagai ungkapan syukur atas kelahiran anak disyariatkan berdasarkan sabda Rasulullah SAW:
“Setiap anak tergadai dengan penyembelihan kelahirannya; disembelihkan untuknya pada hari ketujuh (kelahirannya), dicukur rambutnya, dan diberi nama.”
(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Waktu terbaik pelaksanaannya adalah pada hari ketujuh setelah kelahiran. Namun, jika belum mampu, para ulama memperbolehkan pelaksanaannya di hari ke-14, ke-21, atau waktu lain hingga anak tumbuh dewasa.
Apabila seorang anak telah baligh sementara ibadah tersebut belum dilaksanakan, maka tanggung jawab berpindah kepada dirinya sendiri. Ia boleh melakukannya sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah, meski tidak melaksanakannya pun tidak berdosa. Namun, jika dilakukan, tentu lebih baik karena mengikuti sunnah Rasulullah SAW.
Pertanyaan yang sering muncul di kalangan umat Islam adalah, “Manakah yang sebaiknya didahulukan antara aqiqah dan kurban?”
Jawabannya tergantung pada situasi dan kondisi seseorang. Jika saat itu sudah mendekati Idul Adha, maka mendahulukan kurban lebih utama karena waktu pelaksanaannya terbatas hanya pada empat hari dalam setahun (10–13 Dzulhijjah). Sedangkan aqiqah memiliki waktu yang lebih fleksibel dan bisa ditunda hingga waktu yang lebih memungkinkan.
Namun, apabila waktu pelaksanaan aqiqah bertepatan dengan Idul Adha dan seseorang memiliki kemampuan finansial yang cukup, maka sangat dianjurkan untuk melaksanakan keduanya sekaligus. Dengan begitu, ia mendapatkan keutamaan dua ibadah besar: rasa syukur atas kelahiran anak melalui aqiqah, dan ketaatan kepada Allah SWT melalui kurban.
Pertanyaan lain yang juga sering diajukan adalah: “Apakah seseorang boleh berkurban meskipun belum melaksanakan aqiqah?”
Jawabannya, boleh dan sah. Tidak ada dalil yang menyatakan bahwa aqiqah menjadi syarat sah bagi pelaksanaan kurban. Aqiqah dan kurban adalah dua ibadah yang berdiri sendiri dengan maksud dan tujuan yang berbeda.
Aqiqah dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur atas kelahiran anak dan menjadi tanggung jawab orang tua yang mampu. Sedangkan kurban dilakukan pada waktu tertentu (Idul Adha) sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT dan upaya mendekatkan diri kepada-Nya.
Karena itu, seseorang tetap diperbolehkan untuk berkurban meskipun dirinya belum diaqiqahi. Bahkan, dalam kondisi tertentu, mendahulukan kurban lebih utama karena waktunya terbatas dan pahalanya besar.
Agar ibadah kurban sah dan diterima oleh Allah SWT, terdapat beberapa syarat yang perlu dipenuhi oleh pelakunya:
Beragama Islam
Kurban adalah ibadah khusus bagi umat Islam. Pelaksanaannya harus dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah SWT.
Berakal sehat, sudah baligh, dan merdeka
Orang yang berkurban haruslah mampu memahami makna ibadah tersebut dan melaksanakannya dengan kesadaran penuh, bukan karena paksaan.
Mampu secara finansial
Kurban hanya diwajibkan bagi yang mampu. Tolok ukur “mampu” dapat berbeda di setiap masyarakat, namun intinya adalah memiliki kelebihan harta setelah kebutuhan pokok terpenuhi.
Dari seluruh penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa aqiqah bukanlah syarat sah untuk berkurban. Seseorang tetap diperbolehkan melaksanakan ibadah kurban meskipun belum melaksanakan aqiqah.
Kedua ibadah ini sama-sama mulia: aqiqah menjadi bentuk syukur atas kelahiran anak, sedangkan kurban menjadi bentuk ketaatan dan pengorbanan kepada Allah SWT. Jika bertepatan dengan Idul Adha, mendahulukan kurban lebih baik karena waktunya terbatas, sedangkan aqiqah masih bisa dilakukan kemudian.
Yang terpenting, keduanya dilakukan dengan niat yang ikhlas, penuh kesadaran, serta semangat untuk berbagi dan menebar kebaikan kepada sesama. Dengan begitu, kita tidak hanya mendapatkan pahala ibadah, tetapi juga menumbuhkan kepedulian sosial dan mempererat ukhuwah antarumat Islam.
Wallahu a‘lam bish-shawab.
Mari sempurnakan rasa syukur dan kepedulian kita dengan berbagi melalui zakat, infak, dan fidyah.
Salurkan amal terbaikmu melalui BAZNAS Kota Sukabumi untuk membantu mereka yang membutuhkan dan menebar keberkahan di tengah masyarakat.
Untuk referensi bacaan singkat lainnya mengenai aqiqah dan kurban melalui BAZNAS Kota Sukabumi dengan tema Mana Yang Harus Didahulukan Aqiqah atau Kurban
