Asyik Scroll, Tapi Hati Perlahan Mati? Kenali 7 bahaya besar media sosial yang bisa mengeraskan hati dan menjauhkan seorang Muslim dari cahaya iman. Artikel ini membahas dalil Al-Qur’an, hadis, pandangan ulama, dan solusi agar hati tetap hidup di era digital.
Media sosial sudah menjadi bagian dari keseharian kita. Tanpa disadari, kebiasaan scrolling berjam-jam dapat melemahkan konsentrasi, menguras waktu, mengganggu ibadah, dan bahkan mengeraskan hati. Banyak ulama menegaskan bahwa penyakit hati sering muncul dari sesuatu yang dianggap “sepele” namun dilakukan terus-menerus, dan salah satunya adalah tenggelam dalam konsumsi konten yang tidak bermanfaat.
Di era digital, tantangan terbesar bukan lagi kurangnya akses informasi, tetapi berlebihannya informasi—yang membuat seseorang kehilangan fokus, lalai dari zikir, dan perlahan menjauh dari Allah tanpa terasa.
Artikel ini menghadirkan 7 peringatan penting dari sisi Islam untuk membantu kita memahami bagaimana scrolling berlebihan bisa membuat hati “mati”, lengkap dengan dalil Al-Qur’an, hadis, dan pandangan ulama.
Allah mengingatkan:
“Janganlah harta dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah.”
(QS. Al-Munafiqun: 9)
Di zaman sekarang, “harta dan anak-anak” bisa diperluas menjadi segala hal yang membuat lalai, termasuk hp dan media sosial. Imam Al-Ghazali menyebutkan bahwa hati mati ketika seseorang tenggelam dalam sesuatu yang membuatnya lupa akhirat.
Scrolling tanpa henti sering menggantikan waktu zikir dan membaca Qur’an.
Semakin banyak konten yang di-scroll, semakin besar peluang melihat hal yang dilarang: aurat, gosip, ghibah, atau candaan tidak pantas. Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya hati bisa berkarat sebagaimana besi berkarat.”
(Lalu beliau menyebutkan bahwa dzikir dan istighfar adalah penghapusnya.)
Paparan visual buruk secara terus-menerus membuat hati gelap dan sulit menerima kebaikan.
Rasulullah SAW bersabda:
“Salah satu tanda bagusnya Islam seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat.”
(HR. Tirmidzi)
Berjam-jam scroll TikTok atau Instagram, tetapi tak satu pun memberi manfaat nyata. Ulama sepakat bahwa waktu yang hilang untuk hal sia-sia akan dipertanyakan di akhirat.

Scrolling menyebabkan seseorang:
iri pada pencapaian orang lain,
merasa hidupnya kurang,
minder dan tidak bersyukur.
Imam Ibn Qayyim berkata bahwa salah satu penyebab hati sakit adalah terpaku pada dunia dan membandingkan diri dengan orang lain.
Algoritma media sosial dirancang untuk membuat pengguna kecanduan. Lama-lama, nilai-nilai Islam bisa tergusur oleh nilai liberal, gaya hidup bebas, dan normalisasi kemaksiatan.
Allah mengingatkan:
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.”
(QS. Al-Isra: 36)
Scrolling tanpa filter membuat seseorang menerima ide buruk tanpa sadar.
Banyak orang mengaku sulit khusyuk dalam shalat, tetapi tidak sadar bahwa penyebabnya adalah otak yang terlalu penuh dan sibuk dengan konten yang dikonsumsi.
Imam Nawawi menegaskan bahwa kekhusyukan adalah hadirnya hati, dan hati sulit hadir jika setiap saat dipenuhi hal sia-sia.
Scrolling sering menjadi hal pertama yang dilakukan setelah bangun tidur—bukan doa pagi atau membaca Al-Qur’an. Ketergantungan digital seperti ini disebut ulama modern sebagai bentuk ghaflah (kelalaian).
Allah memperingatkan:
“Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.”
(QS. Al-A’raf: 205)
Walaupun scrolling berlebihan memiliki banyak dampak negatif, bukan berarti media sosial sepenuhnya buruk. Para ulama kontemporer melihat fenomena ini dari dua sisi: manfaat (pro) dan bahaya (kontra).
Media sosial dapat menjadi sarana dakwah.
Banyak dai menggunakannya untuk menyebarkan hadis, nasihat, dan ilmu agama. Selama konten yang dilihat dan dibagikan bermanfaat, maka hukumnya boleh.
Mempermudah silaturahmi.
Menghubungkan keluarga jauh, mencari teman lama, atau berkomunikasi dengan komunitas kebaikan.
Memperluas akses ilmu.
Kajian, ceramah, kelas online, dan bacaan bermanfaat bisa diakses dengan cepat. Imam Asy-Syathibi menyebutkan bahwa menuntut ilmu dengan sarana modern hukumnya mubah selama tidak melalaikan kewajiban.
Menjadi sarana usaha dan ekonomi halal.
Banyak Muslim mengembangkan bisnis, berdagang, atau menawarkan jasa melalui media sosial.

Potensi besar untuk melalaikan dari kewajiban agama.
Banyak ulama menekankan bahwa waktu yang hilang karena hal sia-sia termasuk kerugian besar, terutama jika menggantikan zikir atau shalat.
Paparan kemaksiatan dan fitnah sangat tinggi.
Ghibah, aurat terbuka, konten vulgar, hingga candaan yang tidak pantas sulit dihindari, sehingga berisiko mengotori hati.
Membentuk penyakit hati modern.
Iri, dengki, insecure, hingga perbandingan sosial. Ini sesuai dengan peringatan para ulama bahwa melihat kehidupan dunia berlebihan dapat merusak hati.
Mengganggu kekhusyukan dan kesehatan mental.
Overstimulasi dari konten membuat pikiran sulit fokus pada ibadah. Imam Nawawi mengatakan bahwa hati yang penuh hal sia-sia sulit mencapai khusyuk.
Berikut langkah-langkah yang disarankan para ulama untuk menjaga hati di era digital:
Membatasi waktu penggunaan hp (digital fasting).
Menghapus/memblokir konten yang memicu syahwat dan kemaksiatan.
Memperbanyak zikir ketika tangan mulai “gatal” ingin scroll.
Menyisihkan waktu khusus untuk membaca Qur’an setiap hari.
Mengganti konten hiburan berlebihan dengan kajian dan ilmu yang bermanfaat.
Scrolling media sosial bukanlah hal haram. Namun ketika dilakukan berlebihan, ia menjadi penyebab utama hati mengeras, iman melemah, dan waktu terbuang sia-sia. Islam mengajarkan keseimbangan, bukan larangan total. Yang menjadi masalah adalah ketika hp lebih sering dipegang daripada Qur’an, ketika konten dunia lebih sering diikuti daripada peringatan Allah, dan ketika kesenangan sesaat lebih diprioritaskan daripada keselamatan hati.
Dengan memahami 7 peringatan di atas serta kembali mempraktikkan ajaran Qur’an, hadis, dan nasihat ulama, seorang Muslim dapat tetap hidup di era digital tanpa kehilangan cahaya iman.
Kamu dapat menyalurkan fidyah melalui lembaga resmi seperti BAZNAS Kota Sukabumi , yang menyalurkan fidyah, zakat, dan infak dengan amanah dan tepat sasaran. Semoga dengan menunaikan fidyah dengan benar, ibadah kita diterima Allah SWT dan menjadi jalan menuju keberkahan, ampunan, serta ridha-Nya.
Aamiin ya Rabbal ‘alamin.
Untuk referensi bacaan singkat lainnya mengenai bahaya scroll dalam ke imanan melalui BAZNAS Kota Sukabumi dengan tema Asyik Scroll, Tapi Hati Perlahan Mati?
