Bayar hutang dulu atau sedekah dulu? Pelajari hukum, prioritas ibadah, dan panduan fikih agar tidak salah dalam mendahulukan kewajiban dan amalan sunnah.
Dalam kehidupan sehari-hari, seorang Muslim kerap menghadapi pertanyaan yang tampak sederhana, namun penting dalam menentukan arah hidup: “Bayar hutang dulu atau sedekah dulu?” Pertanyaan ini sering muncul ketika seseorang memiliki keinginan untuk bersedekah tetapi di sisi lain masih memikul kewajiban hutang. Untuk menjawabnya secara tepat, kita harus memahami prinsip dasar syariat Islam dalam menata prioritas antara kewajiban dan amalan sunnah.
Dalam ajaran Islam, hutang adalah urusan yang sangat serius. Rasulullah SAW menjelaskan bahwa jiwa seorang mukmin bisa tertahan karena hutangnya. Bahkan, beliau pernah menolak menshalatkan jenazah seseorang sampai ada sahabat yang bersedia menanggung hutangnya. Hal ini menunjukkan bahwa hutang bukan sekadar persoalan materi, tetapi juga persoalan amanah dan pertanggungjawaban di hadapan Allah.
Hutang termasuk haqqul adami (hak manusia). Hak manusia dalam Islam memiliki posisi yang sangat tinggi. Jika seseorang menunda pelunasan hutang padahal mampu, maka tindakan itu disebut sebagai bentuk kezaliman. Ini memperlihatkan bahwa melunasi hutang bukan sekadar kewajiban sosial, tetapi juga moralitas yang akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat.
Karena hutang adalah kewajiban, maka ia berada di level yang lebih tinggi dibandingkan amalan sunnah seperti sedekah. Kewajiban harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum mengerjakan amalan sunnah yang sifatnya pilihan.

Sedekah adalah amalan yang luar biasa besar pahalanya. Ia dapat membuka pintu rezeki, melembutkan hati, menghapus dosa kecil, hingga mendatangkan ketenangan jiwa. Banyak ayat dan hadis menjelaskan bahwa Allah melipatgandakan pahala sedekah hingga berkali-kali lipat.
Namun, sedekah adalah amalan sunnah (kecuali zakat atau nazar). Karena sifatnya sunnah, sedekah tidak boleh menghalangi atau menunda kewajiban lain. Islam memiliki prinsip: kewajiban tidak boleh dikorbankan demi amalan sunnah, meski amalan itu sangat besar keutamaannya.
Walau begitu, bukan berarti orang yang berhutang dilarang bersedekah. Islam tetap membuka pintu bagi siapa saja untuk bersedekah, sekalipun ia sedang melunasi hutang, asal tidak mengganggu dan menunda kewajiban tersebut.
Para ulama sepakat bahwa:
“Apabila bertemu antara yang wajib dan yang sunnah, maka dahulukan yang wajib.”
Dalam konteks ini:
Membayar hutang = wajib
Sedekah umum = sunnah
Maka, prioritas jelas: mendahulukan pelunasan hutang lebih utama.
Namun, kaidah ini juga berlaku secara fleksibel. Jika seseorang mampu membayarnya dengan baik dan tidak ada jadwal jatuh tempo yang terlewat, maka ia boleh bersedekah di sela-sela usahanya itu.
Untuk menentukan apakah mendahulukan hutang atau sedekah, ada beberapa aspek penting yang harus diperhatikan:
Jika sudah jatuh tempo dan Anda mampu membayar, maka hukumnya wajib untuk segera melunasi.
Jika zakat → wajib ditunaikan ketika sudah memenuhi nisab.
Jika sedekah sunnah → tidak boleh mendahului kewajiban hutang.
Jika ya, sedekah tidak dianjurkan karena bisa menimbulkan kezaliman terhadap pemberi pinjaman.
Bersedekah sedikit tetapi istiqamah sangat diperbolehkan, bahkan dianjurkan.
Jika sudah disepakati cicilan dan Anda membayar hutang tepat waktu, Anda boleh bersedekah di luar itu.

Untuk memperjelas pemahaman, berikut beberapa contoh:
Seseorang memiliki hutang Rp2.000.000 dan sudah jatuh tempo, namun ia ingin sedekah Rp200.000.
Hukumnya: bayar hutang dulu. Sedekahnya bisa ditunda.
Seseorang mencicil hutang Rp500.000 per bulan. Setelah membayar cicilan, masih ada sisa rezeki.
Hukumnya: boleh bersedekah kecil, misalnya Rp10.000–Rp20.000, karena cicilan membayar hutangnya sudah dipenuhi.
Seseorang berharap hutangnya cepat lunas sehingga ia ingin bersedekah dalam jumlah besar.
Hukumnya: boleh, asal tidak menunda kewajiban, dan bukan sedekah yang membuat dirinya tambah berhutang atau kesulitan.
Banyak ulama menjelaskan bahwa sedekah dapat membuka pintu rezeki, bahkan mempercepat pelunasan hutang. Namun, Islam tidak mengajarkan untuk “nekat” bersedekah besar ketika kewajiban masih terbengkalai.
Sedekah tetap dianjurkan, tetapi dalam porsi yang aman, agar kita tidak menzalimi diri sendiri maupun pemberi hutang.
Agar dapat menunaikan kewajiban sekaligus tetap mendatangkan keberkahan, berikut beberapa langkah yang dianjurkan:
Dahulukan kewajiban yang sudah jatuh tempo.
Jangan lupa bayar cicilan tepat waktu.
Sisihkan sedekah kecil namun rutin.
Kurangi pengeluaran yang tidak penting.
Hindari berhutang untuk hal yang tidak mendesak.
Perbanyak doa dan sedekah dengan niat memohon kemudahan.
Dengan manajemen yang baik, seseorang tetap bisa bersedekah tanpa menunda kewajiban.
Maka, bayar hutang dulu atau sedekah dulu?
Jawabannya adalah: bayar hutang didahulukan, karena hutang adalah kewajiban dan hak manusia yang tidak boleh ditunda. Sedangkan sedekah adalah amalan sunnah.
Namun, sedekah tetap boleh dilakukan selama tidak mengganggu kewajiban dan tidak membuat penundaan pelunasan hutang. Islam mengajarkan keseimbangan: lakukan kewajiban, tetapi jangan tutup pintu kebaikan.
Dengan menata prioritas sesuai tuntunan syariat, kita akan memperoleh kelapangan hati, keberkahan rezeki, dan kemudahan dalam melunasi hutang maupun menjalankan ibadah lainnya.
Kamu dapat menyalurkan fidyah melalui lembaga resmi seperti BAZNAS Kota Sukabumi , yang menyalurkan fidyah, zakat, dan infak dengan amanah dan tepat sasaran. Semoga dengan menunaikan fidyah dengan benar, ibadah kita diterima Allah SWT dan menjadi jalan menuju keberkahan, ampunan, serta ridha-Nya.
Aamiin ya Rabbal ‘alamin.
Untuk referensi bacaan singkat lainnya mengenai mana yang harus didahulukan antara membayar hutang dan sedekah melalui BAZNAS Kota Sukabumi dengan tema Bayar Hutang Dulu Atau Sedekah Dulu?
