Belanja sekarang, bayar nanti (paylater) sedang tren, tapi apakah sesuai syariat Islam? Artikel ini membahas hukum syariah, dalil Al-Qur’an dan hadis, pandangan ulama, contoh kasus, serta solusi halal bagi konsumen.
Fenomena belanja online dengan skema “bayar nanti” atau paylater semakin populer, terutama di kalangan milenial dan pekerja yang ingin memenuhi kebutuhan tanpa menunggu gaji bulan depan. Dengan kemudahan ini, konsumen bisa membeli barang sekarang dan membayarnya di kemudian hari, kadang dalam bentuk cicilan bulanan.
Namun, muncul pertanyaan penting: apakah transaksi semacam ini diperbolehkan menurut syariat Islam? Dalam Islam, setiap bentuk transaksi finansial harus bebas dari unsur yang haram, terutama terkait keuntungan tambahan yang diambil dari utang. Oleh karena itu, memahami mekanisme paylater dan akad yang digunakan menjadi sangat penting sebelum menggunakannya.
Dalam syariat, mengambil tambahan dari utang, termasuk denda keterlambatan atau bunga, dianggap terlarang. Allah SWT berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa-sisa tambahan yang masih ada… Jika kamu tidak melakukannya, maka umumkanlah perang dari Allah dan Rasul-Nya.”
(QS. Al-Baqarah: 278–279)
Ayat ini menegaskan bahwa mengambil keuntungan dari utang adalah dosa besar. Nabi Muhammad SAW juga bersabda:
“Rasulullah melaknat pemakan tambahan yang haram, pemberinya, pencatatnya, dan dua saksinya.”
(HR. Muslim)
Dengan demikian, seluruh pihak yang terlibat dalam transaksi pinjaman dengan tambahan yang tidak sah mendapat bagian dosa.
Secara umum, sistem paylater bekerja seperti ini:
Konsumen membeli barang melalui penyedia layanan paylater.
Konsumen membayar di kemudian hari, misalnya 30 hari atau dengan cicilan bulanan.
Jika terlambat membayar, biasanya dikenakan biaya tambahan atau denda.
Akad semacam ini mirip dengan utang-piutang yang disertai tambahan. Menurut mayoritas ulama, tambahan karena keterlambatan pembayaran termasuk hal yang dilarang syariat karena mengambil keuntungan dari utang.
Ibn Qudamah dalam al-Mughni: “Setiap pinjaman yang disyaratkan adanya tambahan hukumnya haram, tanpa ada perbedaan pendapat.”
Imam Nawawi: “Tambahan dalam akad qardh telah disepakati (ijma’) keharamannya.”
Ulama kontemporer, seperti Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid dan Syaikh Wahbah Az-Zuhaili, menegaskan bahwa transaksi yang mengenakan denda atau bunga atas utang termasuk hal yang terlarang.
Dengan kata lain, jika paylater menggunakan sistem denda atau bunga atas cicilan, akadnya tidak diperbolehkan.
Seorang konsumen membeli handphone seharga Rp5 juta menggunakan paylater dan berjanji membayar dalam 3 bulan. Jika ia terlambat membayar satu bulan, dikenakan denda Rp500 ribu.
Konsumen membayar lebih dari harga asli barang karena keterlambatan.
Biaya tambahan bukan untuk barang itu sendiri, melainkan konsekuensi dari utang.
Menurut syariat, akad ini termasuk transaksi yang tidak diperbolehkan. Konsumen yang ingin tetap aman secara syariah harus memilih sistem alternatif yang halal.

Bagi umat Islam yang ingin tetap memanfaatkan kemudahan beli sekarang bayar nanti, ada beberapa alternatif akad yang sesuai syariat:
Penyedia membeli barang terlebih dahulu, lalu menjualnya kepada konsumen dengan harga yang sudah ditentukan (harga pokok + margin keuntungan).
Harga tetap hingga cicilan selesai. Keuntungan dalam jual beli halal, karena tidak ada tambahan dari utang.
Barang disewakan untuk jangka waktu tertentu. Setelah masa sewa selesai, konsumen dapat membeli barang dengan harga yang sudah disepakati. Keuntungan berupa harga sewa, bukan tambahan utang.
Cocok untuk produk custom atau produksi khusus. Penyedia membayar produksi barang terlebih dahulu, kemudian menyerahkan barang kepada konsumen dengan harga yang disepakati sejak awal.
Semua akad ini telah difatwakan halal oleh DSN-MUI karena bebas dari unsur tambahan yang dilarang.
Beberapa masyarakat beranggapan bahwa paylater syariah “lebih mahal” dibanding harga asli barang, sehingga terlihat sama dengan paylater konvensional. Ulama menjelaskan:
Margin keuntungan dalam jual beli halal, berbeda dengan bunga pinjaman.
Perbedaan utama ada pada akad:
Konvensional: utang + tambahan → dilarang.
Syariah: jual beli/sewa → halal.
Biaya telah disepakati sejak awal, bukan karena keterlambatan.
Dengan pemahaman ini, konsumen tetap bisa memanfaatkan paylater (belanja sekarang,bayar nanti) tanpa melanggar syariat.
Pilih sistem syariah: akad murabahah, ijarah, atau salam.
Hindari denda atau bunga keterlambatan.
Jika terpaksa memakai sistem konvensional, bayar tepat waktu dan gunakan dengan hati-hati.
Tawakal dan istiqamah, karena meninggalkan praktik yang dilarang membawa keberkahan hidup.
Rasulullah SAW bersabda:
“Tidaklah seseorang meninggalkan sesuatu karena Allah kecuali Allah menggantinya dengan yang lebih baik.”
(HR. Ahmad)
Selain akad syariah, umat Islam bisa mempertimbangkan:
Menabung sebelum membeli barang.
Mengikuti arisan berbasis syariah.
Kerja sama keluarga/teman untuk pembelian barang.
Membeli barang secara bertahap sesuai kemampuan.
Cara ini menghindari transaksi terlarang (seperti belanja sekarang, bayar nanti/paylatter) sekaligus melatih disiplin finansial.

Belanja sekarang bayar nanti memang praktis, tetapi jika disertai denda atau bunga keterlambatan, tidak sesuai syariat Islam. Alternatif halal tersedia, seperti paylater (belanja sekarang,bayar nanti) berbasis akad murabahah, ijarah, atau salam, yang telah difatwakan halal oleh ulama.
Mendapatkan barang impian boleh, tetapi akad harus diridai Allah agar keberkahan hadir dalam kehidupan sehari-hari. Memahami prinsip syariat dalam transaksi finansial adalah langkah penting agar hidup tenang, aman secara hukum Allah, dan bebas dari dosa.
Kamu dapat menyalurkan fidyah melalui lembaga resmi seperti BAZNAS Kota Sukabumi , yang menyalurkan fidyah, zakat, dan infak dengan amanah dan tepat sasaran. Semoga dengan menunaikan fidyah dengan benar, ibadah kita diterima Allah SWT dan menjadi jalan menuju keberkahan, ampunan, serta ridha-Nya.
Aamiin ya Rabbal ‘alamin.
Untuk referensi bacaan singkat lainnya mengenai belanja sekarang bayar nanti dalam syariat islam melalui BAZNAS Kota Sukabumi dengan tema Belanja Sekarang, Bayar Nanti: Apakah Dibenarkan Syariat?
