Gimana seorang Muslim bisa tetap fokus tanpa jatuh ke FOMO di era media sosial? Baca panduan Islami ini dengan dalil Al-Qur’an, hadis, analisis ulama, serta solusi agar tidak terperangkap dunia digital.
Di zaman sekarang, media sosial (sosmed) jadi bagian besar dari kehidupan sehari-hari. Untuk banyak orang, sosmed menyenangkan, menolong komunikasi, bahkan menjadi sumber inspirasi. Tapi di sisi lain, ada risiko “terperangkap” oleh FOMO (Fear Of Missing Out) — rasa takut ketinggalan tren, informasi, atau kehidupan “lebih bagus” orang lain. Bagi seorang Muslim, tantangan ini bukan sekadar soal hiburan, tetapi juga ujian spiritual: apakah kita bisa tetap fokus ke tujuan hidup, atau malah tenggelam di dunia digital?
Sebelum membahas sisi negatif, perlu diakui bahwa media sosial juga punya manfaat besar bagi seorang Muslim:
Sarana dakwah
Sosmed bisa menjadi media menyebarkan dakwah, berbagi nasihat islami, baca Al-Qur’an, dan motivasi. Banyak ustaz, da’i, dan content creator Islam yang aktif di Instagram, YouTube, TikTok — dan itu memperluas jangkauan dakwah.
Koneksi dengan saudara seiman
Melalui grup WhatsApp, Telegram, atau komunitas di Facebook/Instagram, seorang Muslim bisa terhubung dengan komunitas Islam global. Ini bisa meningkatkan ukhuwah dan saling mengingatkan dalam kebaikan.
Akses ilmu agama
Ada banyak kajian, ceramah, dan kelas Islam online gratis di YouTube dan platform lainnya. Ini memudahkan siapa pun untuk belajar Al-Qur’an, tafsir, fiqih, dan aspek-aspek lain agama di mana pun berada.
Motivasi dan pengingat spiritual
Kutipan ayat, hadis, atau kutipan motivasi islami yang di-post di sosmed bisa menjadi “alarm spiritual” untuk mengingatkan kita agar tidak terlena dunia dan tetap ke jalan Allah.
Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa media sosial juga menyimpan banyak bahaya, terutama jika tidak dikelola dengan baik:
FOMO dan kecemasan sosial
Melihat kehidupan “sempurna” orang lain di media sosial bisa menimbulkan rasa rendah diri, iri, dan kecemasan — “kenapa hidupku tidak seperti itu?”. Hal ini dapat menggoyahkan keimanan dan rasa syukur.
Waktu terbuang sia-sia
Sering buka sosial media bisa menghabiskan jam berharga. Waktu yang seharusnya dipakai untuk ibadah, belajar agama, atau istirahat bisa malah terkuras hanya untuk scroll, like, dan komentar.
Konten negatif dan distraksi
Sosmed kadang penuh konten tidak Islami atau bahkan merusak moral — gosip, berita bohong, konten seksual, perdebatan negatif, dan hate speech bisa sangat mudah menjangkau kita.
Perbandingan hidup dan identitas palsu
Banyak orang cenderung menampilkan versi terbaik dari dirinya di sosial media. Ini bisa membuat orang lain membandingkan diri dan merasa tidak pernah cukup, bahkan merasa hidup orang lain lebih bermakna daripada hidupnya sendiri.
Kecanduan sosial media
Jika tidak hati-hati, seseorang bisa kecanduan media sosial. Efeknya bisa sia-sia di dunia dan akhirat: mengorbankan ibadah, bahkan kesehatan mental.

Untuk menimbang baik buruknya penggunaan media sosial dari sudut Islam, berikut beberapa dalil:
Al-Qur’an:
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa; dan janganlah mencari-cari keburukan orang lain …” (QS. Al-Hujurat: 12)
Ayat ini mengingatkan agar kita tidak selalu terjerat prasangka buruk, membanding-bandingkan, dan “mengintip” kehidupan orang lain, yang sangat mungkin meningkat karena media sosial.
Hadis Nabi ﷺ:
Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ketika di media sosial, segala komentar, posting, dan interaksi perlu dijaga agar tetap baik — jika tidak bisa memberi manfaat, mungkin lebih baik diam.
Beberapa ulama sudah memberikan pandangan terkait bagaimana media sosial harus dihadapi oleh seorang Muslim:
Imam Al-Ghazali mengajarkan pentingnya menjaga hati dari gangguan “hawa nafsu” dan keinginan duniawi. Media sosial bisa menjadi hawa nafsu modern: sumber perbandingan, iri, dan kesia-siaan yang membuat hati tidak tenang.
Ibnu Taimiyyah menekankan keikhlasan dalam segala perbuatan. Jika seorang Muslim menggunakan media sosial untuk dakwah atau motivasi, niatnya harus ikhlas, bukan hanya untuk “ngetop” atau pujian manusia.
Ulama kontemporer (ustaz/ustazah) sering mengingatkan umat agar membatasi waktu bersosial media dan membuat “jadwal digital detox”: misalnya, alokasikan waktu tertentu setiap hari untuk tidak membuka media sosial agar bisa fokus kepada ibadah dan refleksi diri.
Pro (positif):
Sosial media bisa jadi lahan dakwah efektif, menjangkau banyak orang dalam waktu singkat.
Bisa memperkuat hubungan ukhwah di antara umat Muslim yang berjauhan.
Akses ke ilmu agama jadi lebih mudah dan murah.
Kontra (negatif):
Risiko FOMO, perbandingan sosial, dan kecemasan mental bisa jadi jebakan.
Waktu yang hilang karena scroll tak berujung bisa melemahkan ibadah dan produktivitas.
Konten negatif banyak bertebaran, dan tidak semua konten islami asli (ada misinterpretasi atau ajaran sesat).
Agar bisa mendapat manfaat media sosial tanpa terjebak FOMO, berikut beberapa solusi Islami:
Tentukan niat yang jelas
Sebelum membuka media sosial, tanyakan pada diri sendiri: “Untuk apa aku pakai sosmed sekarang?” Apakah untuk ilmu, berdakwah, koneksi, atau sekadar scroll tanpa tujuan?
Tetapkan batas waktu
Buat “waktu sosmed”: misalnya 30 menit pagi dan 30 menit malam, sisanya dipakai untuk ibadah, membaca Al-Qur’an, istirahat, atau produktivitas lain.
Lakukan detox digital secara rutin
Pilih satu atau dua hari dalam seminggu untuk “hibernasi” dari media sosial. Gunakan waktu itu untuk ibadah, refleksi, atau berkumpul dengan orang terdekat.
Kurasi konten atau follow akun positif
Follow hanya akun-akun yang menginspirasi: kajian Islam, motivasi, dakwah, karya positif. Hindari akun yang bikin iri, stres, atau ngerasa “kurang”.
Perkuat ibadah hati
Berlatih dzikir, istighfar, dan muhasabah diri (evaluasi diri) agar hati tetap stabil, tidak mudah goyah oleh scroll dan “omongan dunia”.
Gunakan media sosial sebagai sarana dakwah
Kalau mau aktif, gunakan akunmu untuk menyebar konten Islami: kutipan ayat, video ceramah, atau nasihat singkat. Tapi jaga niat agar tetap ikhlas, dan tidak tergiring FOMO.
Media sosial bisa menjadi pedang bermata dua bagi seorang Muslim. Di satu sisi, ia sangat bisa dipakai sebagai lahan dakwah, pembelajaran, dan penguatan ukhuwah. Di sisi lain, FOMO, kecanduan, dan perbandingan sosial bisa menjebak hati dan menjauhkan kita dari fokus hidup yang sejati: ibadah dan mendekatkan diri pada Allah.
Sebagai Muslim, kuncinya adalah menjaga niat (ikhlas), menetapkan batasan waktu, dan memperkuat kehidupan spiritual agar tidak tergilas oleh arus dunia digital. Ketika kita bisa gunakan media sosial dengan bijak dan fokus, maka kita bisa menikmati manfaatnya tanpa harus mengorbankan kedamaian hati dan keimanan.
Kamu dapat menyalurkan fidyah melalui lembaga resmi seperti BAZNAS Kota Sukabumi , yang menyalurkan fidyah, zakat, dan infak dengan amanah dan tepat sasaran. Semoga dengan menunaikan fidyah dengan benar, ibadah kita diterima Allah SWT dan menjadi jalan menuju keberkahan, ampunan, serta ridha-Nya.
Aamiin ya Rabbal ‘alamin.
Untuk referensi bacaan singkat lainnya mengenai fokus atau FOMO dalam pandangan islam melalui BAZNAS Kota Sukabumi dengan tema Fokus atau FOMO? Panduan Muslim Menghindari Perangkap Dunia
