BAZNAS
  • Tentang Kami
    • Profil
    • Program
    • Laporan
    • Kontak Kami
    • Pengaduan
  • PPID
  • Layanan
    • Rekening Zakat
    • Kalkulator Zakat
    • Konfirmasi Donasi
    • Channel Pembayaran
    • Jemput Zakat
  • Kabar
    • Semua
    • Artikel
    • Cerita Aksi
    • Press Release
  • Donasi
    • Bantuan Sosial
    • Tunaikan Sedekah Terbaikmu Hari Ini
  • ZAKAT
  • INFAK
  • ZAKAT Fitrah
  • FIDYAH
ZAKAT FITRAH
BAZNAS
  • Infak
  • Zakat
  • Fidyah
  • Home
  • Tentang Kami
    • Profil
    • Program
    • Laporan
    • Kontak Kami
    • Pengaduan
  • PPID
  • Layanan
    • Rekening Zakat
    • Kalkulator Zakat
    • Konfirmasi Donasi
    • Channel Pembayaran
    • Jemput Zakat
  • Kabar
    • Semua
    • Artikel
    • Cerita Aksi
    • Press Release
  • Donasi
    • Bantuan Sosial
    • Tunaikan Sedekah Terbaikmu Hari Ini

Ketika Munfiq Menjadi Munafik: Bahaya Sedekah Hanya Demi Gengsi

24 Nov 2025
Artikel
Ketika Munfiq Menjadi Munafik: Bahaya Sedekah Hanya Demi Gengsi

Munfiq atau munafik? Bahaya sedekah demi gengsi, dalil Qur’an & hadits, pandangan ulama, serta panduan keikhlasan dalam beramal.

Di mata syariat, seorang munfiq adalah hamba yang menafkahkan hartanya di jalan Allah: membantu fakir, menyantuni yatim, mendukung dakwah, dan menghapus beban sesama. Sedekah bukan sekadar memberi uang, tetapi ibadah hati — ia adalah amal batin yang menguji keikhlasan, keyakinan, dan rasa tunduk kepada Allah.

Namun, di zaman ini, sedekah sering bergeser makna. Ia bukan lagi alat mendekat kepada Allah, tetapi menjadi panggung pencitraan. Ada orang yang memberi karena ingin dipuji, terlihat dermawan, menaikkan pamor sosial, bahkan membungkus bisnisnya agar terlihat “berhati baik”. Ketika sedekah hanya demi gengsi, seorang munfiq berbahaya bergeser menjadi munafik — tampak baik di luar, namun isi hatinya rapuh.

1. Hakikat Sedekah dalam Islam

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Perumpamaan orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh bulir, pada setiap bulir terdapat seratus biji…”
(QS. Al-Baqarah: 261)

Ayat ini menunjukkan multiplier spiritual yang luar biasa — sedekah bukan hilangnya harta, tetapi penambahan rahmat. Perbuatan ini hanya berbuah jika dilakukan dengan niat yang bersih, bukan demi pujian atau status sosial.

Dalam ayat lanjutan, Allah memperingatkan keras:

“Janganlah kamu membatalkan sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya atau menyakiti (perasaan penerima).”
(QS. Al-Baqarah: 262)

Di sini letak kualitas seorang munfiq: apakah ia memberi karena Allah, atau memberi karena ego? Sedekah yang disertai pamer dan perendahan harga diri orang lain batal pahalanya, sekalipun jumlahnya besar.

BAZNAS Kota Sukabumi

2. Sedekah Demi Gengsi: Kebiasaan yang Mengarah pada Kemunafikan

Kemalasan spiritual modern telah melahirkan budaya baru: amal untuk dilihat orang. Sedekah difoto, diberi watermark nama, diunggah di media sosial, disertai caption dramatis — bukan karena ingin mengajak kebaikan, tetapi demi pencitraan.

Rasulullah ﷺ telah mengingatkan:

“Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai niatnya.”
(HR. Bukhari & Muslim)

Amal yang terlihat sama di luar, bisa jadi berbeda total nilainya di sisi Allah. Dua orang memberi Rp1 juta. Yang satu dirahasiakan, tak banyak bicara, hanya berharap rida Allah. Yang satu memviralkan, menaikkan nama, merasa lebih tinggi. Di sisi manusia terlihat setara — di sisi Allah keduanya berjarak bagaikan langit dan bumi.

Lebih berat lagi ancaman Rasulullah ﷺ:

“Tiga golongan yang pertama kali diadili pada hari kiamat… salah satunya adalah orang yang bersedekah, lalu dikatakan kepadanya: ‘Engkau bersedekah agar disebut dermawan.’ Maka diperintahkan agar ia diseret ke neraka.”
(HR. Muslim)

Hadis ini menampar keras. Sedekah pamer bukan hanya tidak berpahala — ia menjadi dosa besar. Seinspiratif apa pun kontennya, jika niatnya demi kemuliaan manusia, maka sedekah itu menjadi racun amal.

3. Pandangan Para Ulama Tentang Keikhlasan dan Riyaa’

Para ulama klasik bersepakat bahwa niat adalah inti dari ibadah.

Imam Al-Ghazali menyebut dalam Ihya’ Ulumuddin:

“Riyaa’ adalah penyakit hati yang menghancurkan amal sebagaimana api memakan kayu.”

Sedekah yang dicampuri riyaa’ bukan sekadar cacat kualitas — ia menghapus pahala, sebab amal itu tidak lagi menjadi ibadah kepada Allah, tetapi ibadah kepada manusia.

Ibnu Rajab Al-Hanbali menjelaskan:

“Barangsiapa beramal agar manusia melihatnya, ia telah menjadikan manusia sebagai sesembahannya.”

Ini inti kemunafikan: ibadah lahir tampak suci, namun batin mengabdi kepada pujian manusia.

4. Tanda Seorang Munfiq yang Bergeser Menjadi Munafik

a. Gelisah jika tidak dipuji

Jika sedekah tidak mendapat perhatian atau komentar, ia merasa kecewa.

b. Meningkatkan sedekah ketika banyak mata yang melihat

Bukan karena kebutuhan penerima, tetapi karena penonton.

c. Merendahkan penerima bantuan

Pemberian terasa seperti “hutang moral”. Ini bertentangan dengan adab Islam.

d. Terobsesi mem-branding diri sebagai dermawan

Bukan Allah tujuan akhirnya, tetapi reputasi.

Islam tidak melarang menampilkan amal untuk mengajak kebaikan, selama konteksnya edukasi dan niatnya murni. Yang diharamkan adalah sedekah yang bertujuan pamer dan prestise.

5. Dampak Spiritualitas dari Sedekah Palsu

Pertama, amal terhapus. Sedekah pamer bagaikan gerakan indah tanpa ruh.

Kedua, hati menjadi sombong. Ia merasa lebih mulia daripada si miskin — padahal kekayaan hanyalah titipan Allah.

Ketiga, ibadah lain ikut rusak. Ketika riyaa’ menjadi kebiasaan, shalat, puasa, bahkan dakwah pun menjadi panggung ego.

Keempat, masyarakat menjadi rusak. Sedekah berubah dari ibadah menjadi tren citra: berlomba gengsi, bukan berlomba taqwa.

6. Menjadi Munfiq yang Murni: Solusi Islami

a. Sedekah secara diam-diam (Munfiq yang bersedekah secara diam-diam)

Rasulullah ﷺ berkata tentang tujuh golongan yang mendapat naungan Allah:

“…seorang yang bersedekah, lalu ia menyembunyikannya hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan tangan kanannya.”
(HR. Bukhari & Muslim)

Diam-diam bukan kelemahan — justru kekuatan spiritual tertinggi.

b. Fokus kepada penerima, bukan penonton

Tanya kebutuhan mereka, bukan keinginan kita. Sedekah bukan kesempatan “memuliakan diri”, tetapi mengangkat martabat hamba Allah lainnya.

c. Perbaiki niat sebelum memberi

Ucapkan dalam hati: “Ya Allah, ini untuk-Mu, bukan untuk manusia.”
Jika muncul bisikan riyaa’, lawan dengan doa.

d. Jadikan sedekah bagian dari ibadah rutin

Bukan event tahunan lebaran, bukan proyek branding. Seperti shalat — konsisten, sunyi, penuh takwa.

7. Mengapa Sedekah Demi Pencitraan Sangat Berbahaya di Era Digital

Media sosial adalah arena besar ego. Di dalamnya, manusia berlomba terlihat “lebih baik” daripada orang lain. Amal menjadi konten, kesulitan orang menjadi objek visual, dan sedekah berubah menjadi komoditas.

Fenomena ini melahirkan dua dosa sekaligus:

a. Dosa atas kesombongan diri si Munfiq

Ketika seseorang ingin dikenal sebagai “orang paling dermawan”, ia tidak lagi mencari rida Allah. Ia sedang mencari “likes”, komentar pujian, atau peningkatan status sosial. Di sinilah syaitan masuk, mengubah ibadah menjadi industri ego.

Allah mengingatkan:

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu hendak menipu Allah, padahal Allah-lah yang menipu mereka.”
(QS. An-Nisa: 142)

Munafik bukan hanya yang berpura-pura beriman. Dalam makna lebih luas, ia adalah mereka yang menipu Allah dengan amalan lahiriah, namun tidak berniat ikhlas dalam batinnya.

b. Dosa atas mempermalukan orang miskin

Ada munfiq yang merekam wajah yatim menangis saat menerima uang, ada munfiq yang memvideokan rumah kumuh seorang janda karena dianggap “menggugah hati”.

Padahal Rasulullah ﷺ selalu menutup aib orang miskin dan menjaga martabat mereka.

Beliau bersabda:

“Barangsiapa menutup aib seorang Muslim, Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat.”
(HR. Muslim)

Video sedekah yang memperlihatkan kondisi buruk orang lain mungkin viral, tetapi kelak menjadi saksi dosa penghinaan.

8. Sedekah Perusahaan dan Sedekah Politik: Bentuk Riyaa’ yang Lebih Halus

Riyaa’ tidak hanya milik individu. Dunia modern memolesnya dalam format yang lebih elegan:

a. Sedekah perusahaan (charity marketing)

Beberapa perusahaan memberikan bantuan, tetapi memolesnya sebagai “strategi branding”. Sedekah menjadi alat promosi, bukan kebaikan.

Bantuan itu tetap bermanfaat secara materi — tetapi pahala spiritual tidak dijamin. Mengapa? Karena niatnya bukan karena Allah, tetapi untuk keuntungan bisnis.

b. Sedekah politik

Ada calon pejabat membagikan sembako menjelang pemilu. Motifnya bukan kepedulian, tetapi membeli suara.

Ulama menegaskan bahwa pemberian seperti ini masuk ranah risywah (suap tersembunyi). Ia merusak masyarakat, menciptakan ketergantungan, dan membunuh kemandirian.

9. Koreksi dari Sudut Maqashid Syariah: Sedekah Bukan “Pembersih Citra”, Tetapi Penjaga Akhlak

Dalam Maqashid Syariah, sedekah menyentuh dua penjagaan:

  • Hifzh al-Mal → menjaga harta dari sifat tamak

  • Hifzh an-Nafs → menjaga jiwa dari kehinaan dan kelaparan

  • Hifzh al-Din → menjaga agama melalui akhlak dan taqwa

Ketika sedekah dijadikan alat kepentingan dunia, ketiga tujuan ini rusak:

  • Harta tidak menjaga hati, malah menumbuhkan kesombongan

  • Jiwa penerima tidak terangkat, malah diperlihatkan sebagai objek belas kasihan

  • Agama menjadi aksesoris — bukan pondasi

Para ulama mengingatkan bahwa amal yang tidak sesuai dengan maqashid akan kehilangan ruh.

BAZNAS Kota Sukabumi

10. Cara Melatih Keikhlasan seperti Para Ulama Sejati

1. Sembunyikan nama

Sebagian ulama salaf menutup sedekahnya rapat-rapat hingga keluarganya sendiri tidak tahu, agar pahala tidak tercampur riyaa’.

Ada ulama yang bersedekah di malam hari, mengetuk pintu fakir secara anonim. Ketika meninggal, barulah masyarakat tahu — sebab sedekah berhenti.

Itulah keikhlasan sejati.

2. Berikan yang Anda cintai

Allah berfirman:

“Kamu sekali-kali tidak akan mencapai kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.”
(QS. Ali Imran: 92)

Sedekah yang paling tinggi nilainya bukan yang “sisa”, tetapi yang terasa berat.

Bukan Rp10 ribu ketika kita punya Rp10 juta, tetapi Rp10 ribu ketika dompet hanya berisi Rp20 ribu.

3. Sedekah tanpa menyebut jasa

Ulama mengatakan: sedekah terbaik adalah sedekah yang tidak meninggalkan jejak ego.

Kalimat: “Kalau bukan saya, kamu tidak makan”
— adalah kalimat yang mematikan pahala.

11. Kontras Munfiq Sejati vs Munfiq Pencitraan

Munfiq Sejati Munfiq Pencitraan
Sedekah untuk rida Allah Sedekah untuk pujian
Merahasiakan amal Menyiarkan amal
Fokus ke kebutuhan penerima Fokus ke penilaian orang
Tidak menghitung jasa Menagih ucapan terima kasih
Tenang ketika amal tak terlihat Gelisah ketika tidak dihargai

Perbedaan ini terlihat sederhana, namun menentukan selamat atau binasa di akhirat.

12. Apakah Sedekah Berarti Tidak Boleh Dipublikasikan?

Jawabannya: boleh, bahkan terkadang dianjurkan — jika tujuan edukasi.

Allah berfirman:

“Jika kamu menampakkan sedekahmu, itu baik. Tetapi jika kamu menyembunyikannya dan memberikannya kepada fakir miskin, itu lebih baik bagimu.”
(QS. Al-Baqarah: 271)

Ayat ini menjelaskan keseimbangan:

  • Tampilkan sedekah → untuk mengajak orang lain

  • Sembunyikan sedekah → untuk menjaga hatimu

Yang berdosa adalah ketika publikasi menjadi tujuan utama. Inilah yang mengubah munfiq menjadi munafik.

Kesimpulan

Sedekah bukanlah ritual sosial, bukan sarana pencitraan, bukan alat promosi, bukan panggung likes. Sedekah adalah dialog rahasia antara hamba dan Rabb-nya. Ketika sedekah dilakukan demi gengsi, ia berubah dari ibadah menjadi dosa; dari pahala menjadi neraka; dari kemuliaan menjadi kehinaan.

Seorang munfiq sejati bukanlah yang paling sering berbagi, tetapi yang paling ikhlas. Allah tidak melihat angka di rekening yang dikeluarkan, tetapi motivasi hati yang bergerak. Di akhirat, manusia tidak dinilai berdasarkan besar kecilnya harta yang diberikan, tetapi berdasarkan makna spiritual di balik pemberian itu.

Saatnya Beraksi!
Mari wujudkan kepedulian nyata untuk saudara-saudara kita di Sukabumi.
Salurkan zakat, infak, dan sedekah Anda melalui BAZNAS Kota Sukabumi — amanah, transparan, dan tepat sasaran.
Harta yang Anda keluarkan tidak berkurang, justru Allah lipatgandakan.

 BAZNAS Kota Sukabumi – Dari Kita, Untuk Mereka.

Untuk referensi bacaan singkat lainnya mengenai bahaya infak demi gengsi melalui BAZNAS Kota Sukabumi dengan tema Ketika Munfiq Menjadi Munafik: Bahaya Sedekah Hanya Demi Gengsi

BAZNAS Kota Sukabumi
Share

Baca Juga

Artikel
MENGHADAPI KELUARGA TOXIC,TRAUMA,EMOTIONAL ABOUSE : BERKACA DARI KISAH PARA NABI
13 Aug 2025
Artikel
Stop Jadi Muzaki Formalitas: 4 Dosa Besarnya Menurut Islam
25 Nov 2025
Artikel
Sudah Gajian? Yuk Pastikan Hak Mustahik Lewat Zakatmu!
25 Nov 2025
Artikel
Jangan Tahan Hartamu Untuk di Zakati
25 Nov 2025
Artikel
Sedekah Kecil, Dampaknya Besar—Tapi Banyak Orang Meremehkan
25 Nov 2025
Artikel
Yuk Jadi Munfiq: Infaqmu Mungkin Kecil, Tapi Manfaatnya Besar
25 Nov 2025
Artikel
Menjadi Muzaki Cerdas: Memahami Hak Mustahik dan Keberkahan Harta
25 Nov 2025
BAZNAS Gedung Islamik Center, Jl. Veteran II No.2, Gunungparang, Kec. Cikole, Kota Sukabumi, Jawa Barat 43111
(0266) 6245222

Kenali Kami

  • Tentang Kami
  • Syarat & Ketentuan
  • Kebijakan Privasi
  • Hubungi Kami

Layanan

  • Rekening Zakat
  • Konfirmasi Donasi
  • Kalkulator
  • Channel Pembayaran
  • Jemput Zakat

Donasi

  • Program
  • Zakat
  • Infak
  • Fidyah

Ikuti Kami

  • Baznas Kota Sukabumi
  • Baznas Kota Sukabumi
  • Baznas Kota Sukabumi
  • Baznas Kota Sukabumi
© 2025 - Baznas Kota Sukabumi