Islam memberikan kemudahan bagi musafir melalui rukhsah seperti mengqashar dan menjamak shalat, tidak berpuasa, hingga berhak menerima zakat. Temukan hikmah dan kasih sayang Allah SWT di balik keringanan bagi musafir dalam artikel ini.
Dalam ajaran Islam, setiap ibadah diatur dengan penuh hikmah dan kelembutan. Allah SWT menciptakan hukum-hukum yang tidak hanya mengatur, tetapi juga memberikan kemudahan bagi hamba-hamba-Nya. Salah satu bentuk kasih sayang Allah tampak dalam ketentuan bagi musafir, yaitu seseorang yang melakukan perjalanan jauh menuju suatu tempat dalam jangka waktu tertentu.
Seorang musafir mendapat kedudukan khusus dalam Islam karena kondisi perjalanannya yang berbeda dengan keadaan biasa. Oleh sebab itu, Allah SWT memberikan keringanan (rukhsah) dalam menjalankan kewajiban agama agar ibadah tetap dapat dilakukan tanpa memberatkan. Rukhsah ini menjadi bukti bahwa Islam adalah agama yang seimbang, penuh kasih, dan tidak memberatkan pemeluknya.
Keringanan pertama yang diberikan kepada musafir adalah mengqashar shalat, yaitu meringkas shalat empat rakaat menjadi dua rakaat. Keringanan ini berlaku untuk shalat Dzuhur, Ashar, dan Isya.
Allah SWT berfirman:
“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu men-qashar sembahyangmu, jika kamu takut diserang orang-orang kafir.”
(QS. An-Nisa: 101)
Para ulama telah bersepakat bahwa shalat Maghrib dan Subuh tidak boleh diqashar karena masing-masing memiliki hikmah tersendiri. Imam Ahmad rahimahullah menjelaskan, “Shalat Maghrib tidak diqashar karena ia adalah witirnya shalat siang, sedangkan shalat Subuh tidak diqashar karena di dalamnya dipanjangkan bacaannya.”
Dengan adanya rukhsah ini, seorang musafir tidak perlu khawatir meninggalkan kewajiban shalat meski dalam keadaan sulit. Islam memahami bahwa perjalanan sering kali penuh kelelahan dan keterbatasan.

Selain mengqashar, seorang musafir juga diperbolehkan menjamak shalat, yaitu menggabungkan dua waktu shalat dalam satu waktu pelaksanaan. Menurut Imam Asy-Syafi’i rahimahullah, diperbolehkan menjamak Dzuhur dengan Ashar, serta Maghrib dengan Isya, baik jamak taqdim (digabung di waktu pertama) maupun jamak ta’khir (digabung di waktu kedua).
Contohnya, seseorang dapat menunaikan shalat Dzuhur dan Ashar di waktu Dzuhur, masing-masing dua rakaat, atau menundanya hingga waktu Ashar. Begitu pula dengan Maghrib dan Isya.
Keringanan ini mempermudah seorang musafir yang mungkin berada di perjalanan, di kendaraan, atau di tempat yang sulit menemukan lokasi untuk beribadah. Islam tetap memberikan ruang agar shalat tidak ditinggalkan, tetapi dilakukan dengan cara yang lebih ringan.
Keringanan berikutnya adalah bolehnya tidak berpuasa di bulan Ramadan. Musafir yang bepergian jauh diperbolehkan berbuka puasa dan menggantinya di hari lain setelah pulang.
Sebagaimana firman Allah SWT:
“Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.”
(QS. Al-Baqarah: 185)
Ayat ini menegaskan bahwa Islam bukan agama yang menuntut tanpa mempertimbangkan kondisi manusia. Jika puasa di perjalanan terasa berat, maka berbuka adalah pilihan yang lebih baik, tanpa mengurangi pahala, asalkan diganti di waktu yang lain. Namun, jika musafir merasa kuat untuk tetap berpuasa, maka hal itu juga diperbolehkan.
Selain keringanan ibadah, Islam juga memberikan perhatian sosial kepada musafir. Dalam delapan golongan penerima zakat (ashnaf), terdapat kategori ibnu sabil, yaitu musafir yang kehabisan bekal di perjalanan dan tidak mampu kembali ke kampung halamannya.
Kondisi ini menunjukkan betapa luas dan manusiawinya ajaran Islam. Musafir yang sedang dalam kesulitan tetap berhak mendapatkan bantuan dari zakat, meskipun di tempat asalnya ia tergolong orang mampu. Islam mengajarkan bahwa dalam keadaan terdesak, setiap orang berhak mendapat pertolongan.
Keringanan dalam ibadah bagi musafir adalah bukti kasih sayang Allah SWT kepada hamba-Nya. Allah tidak ingin hamba-Nya merasa terbebani dengan aturan agama di tengah kondisi sulit. Rukhsah ini memperlihatkan bahwa Islam adalah agama yang menyejukkan dan mengutamakan kemudahan.
Firman Allah dalam Surah Al-Hajj ayat 78 menegaskan:
“Dan Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama.”
Ayat ini meneguhkan bahwa Islam hadir bukan untuk memberatkan, melainkan untuk memudahkan jalan menuju ketaatan.
Keringanan bagi musafir juga mencerminkan keadilan dan kemanusiaan. Islam memahami bahwa manusia memiliki keterbatasan fisik dan mental. Dalam perjalanan, seseorang mungkin lelah, lapar, atau berada di situasi sulit. Maka, syariat memberikan kelonggaran yang sesuai.
Imam Syafii dalam Fikih Manhaji menjelaskan, “Perjalanan adalah sepotong dari azab, karena seseorang kehilangan kenyamanan dan ketenangan.” Oleh karena itu, Allah memberi kemudahan agar ibadah tetap bisa dijalankan tanpa tekanan.
Rukhsah bukan berarti menurunkan kualitas ibadah. Justru, keringanan itu diberikan agar seseorang tetap bisa beribadah dengan tenang dan fokus, meskipun dalam kondisi tidak ideal. Islam menempatkan keseimbangan antara kewajiban dan kemampuan.
Dengan begitu, seorang musafir tetap bisa menjaga hubungan dengan Allah tanpa merasa berat. Setiap langkahnya di jalan menjadi ladang pahala, selama niat dan ketaatan tetap dijaga.
Keringanan bagi musafir merupakan bukti bahwa Islam adalah agama rahmat yang memahami kondisi umatnya. Dalam setiap perjalanan, Allah memberikan kemudahan agar ibadah tetap dapat dilakukan dengan ringan dan tulus.
Dari sini, kita belajar bahwa di balik setiap rukhsah tersimpan pelajaran berharga: Allah Maha Penyayang dan tidak pernah membebani hamba-Nya di luar kemampuannya.
“Dalam setiap perjalanan, ada kasih sayang Allah yang memudahkan langkah kita menuju-Nya.”
Mari sempurnakan rasa syukur dan kepedulian kita dengan berbagi melalui zakat, infak, dan fidyah.
Salurkan amal terbaikmu melalui BAZNAS Kota Sukabumi untuk membantu mereka yang membutuhkan dan menebar keberkahan di tengah masyarakat.
Untuk referensi bacaan singkat lainnya mengenai musafir melalui BAZNAS Kota Sukabumi dengan tema Siapa Itu Musafir Dan Apa Keringanan Yang Di Dapatkannya
