Pelajari hukum dan cara menghitung zakat dari Tunjangan Hari Raya (THR). Apakah THR wajib dizakati? Temukan penjelasan lengkap, perhitungan, dan panduan menunaikan zakat penghasilan menjelang hari raya bersama BAZNAS Kota Sukabumi.
Hari raya selalu menjadi momen yang dinanti-nantikan oleh banyak orang. Ketika hari kemenangan tiba, berbagai hal langsung terlintas di benak kita: baju lebaran, ketupat, opor ayam, silaturahmi bersama keluarga, hingga momen paling ditunggu oleh para pekerja—Tunjangan Hari Raya.
Bagi sebagian besar karyawan, THR menjadi “angin segar” menjelang lebaran. Uang tambahan ini biasanya digunakan untuk kebutuhan hari raya seperti membeli pakaian baru, berbagi dengan keluarga, atau bahkan untuk mudik ke kampung halaman.
Namun di balik rasa gembira menerima THR, sering muncul pertanyaan penting:
Apakah penghasilan tambahan ini juga wajib dizakati?
Menurut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016, Tunjangan Hari Raya (THR) adalah pendapatan non-upah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja atau keluarganya menjelang hari raya keagamaan di Indonesia.
Dengan kata lain, THR merupakan bagian dari hak pekerja yang diberikan setiap menjelang hari raya, baik itu Idul Fitri, Natal, Nyepi, Waisak, maupun hari besar keagamaan lainnya.
Karena sifatnya yang melekat pada status karyawan, THR termasuk dalam kategori pendapatan profesional atau penghasilan rutin. Oleh sebab itu, tunjangan ini dapat disamakan dengan penghasilan yang menjadi objek zakat profesi (zakat penghasilan).

Pertanyaan ini sering muncul di tengah masyarakat, terutama menjelang lebaran. Jawabannya: ya, tunjangan hari raya termasuk harta yang wajib dizakati apabila telah mencapai nisab.
Hal ini mengacu pada ketentuan zakat penghasilan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan dan diperkuat oleh keputusan para ulama.
Menurut Peraturan Menteri Agama Nomor 52 Tahun 2014, zakat penghasilan wajib dikeluarkan apabila jumlahnya telah mencapai nisab, yaitu batas minimal harta yang dikenai zakat.
Kesimpulan ini juga didukung oleh pandangan ulama dalam berbagai kitab fikih seperti Al-Muhalla, Al-Mughni, Nail al-Authar, dan Subul as-Salam.
Selain berdasar dalil, pandangan ini juga mempertimbangkan kemaslahatan kaum dhuafa, terutama di negara dengan mayoritas penduduk muslim seperti Indonesia.

Menurut ulama kontemporer Yusuf Al-Qardhawi, untuk penghasilan rutin seperti gaji, bonus, dan tunjangan hari raya, tidak disyaratkan menunggu satu tahun (haul).
Zakatnya dapat langsung dikeluarkan saat menerima penghasilan tersebut.
Adapun kadar zakat penghasilan adalah 2,5% dari jumlah bersih penghasilan apabila telah mencapai nisab.
Berdasarkan SK BAZNAS Nomor 13 Tahun 2025, nisab zakat pendapatan dan jasa ditetapkan sebesar Rp7.140.498 per bulan.
Artinya, jika total penghasilan seseorang dalam satu bulan (termasuk gaji dan THR) mencapai atau melebihi angka itu, maka ia wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5%.
Contoh:
Aisyah bekerja di perusahaan swasta dengan gaji Rp7.600.000 per bulan.
Menjelang Idul Fitri, ia menerima THR sebesar Rp7.000.000.
Total penghasilan bulan itu:
Rp7.600.000 + Rp7.000.000 = Rp14.600.000
Karena melebihi nisab zakat penghasilan, Aisyah wajib mengeluarkan zakat sebesar:
2,5% × Rp14.600.000 = Rp365.000
Jadi, zakat yang dikeluarkan dari penghasilan bulan tersebut adalah Rp365.000.
Secara teknis, zakat dari tunjangan hari raya dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut:
Gabungkan seluruh penghasilan seperti gaji, bonus, honor, dan THR.
Hitung total penghasilan bersih bulan itu.
Jika telah mencapai nisab, keluarkan 2,5% untuk zakat.
Salurkan melalui lembaga resmi seperti BAZNAS atau LAZ, atau langsung kepada mustahik yang berhak.
Jika belum mencapai nisab, tidak wajib zakat, namun tetap dianjurkan bersedekah sebagai bentuk syukur.
Menunaikan zakat bukan hanya kewajiban finansial, tetapi juga ibadah yang bernilai spiritual tinggi.
Zakat membersihkan harta, menumbuhkan empati, dan memperkuat ukhuwah di antara sesama.
Allah berfirman:
“Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya.” (QS. Saba: 39)
Bayangkan jika setiap pekerja muslim yang menerima tunjangan hari raya menunaikan zakatnya dengan benar — betapa banyak keluarga dhuafa yang dapat tersenyum di hari raya.
Inilah wujud nyata keadilan sosial dan kepedulian yang diajarkan Islam.
Menerima THR tentu membahagiakan, namun kebahagiaan itu akan lebih sempurna bila disertai berbagi kepada sesama.
Menunaikan zakat dari penghasilan hari raya bukan sekadar kewajiban, melainkan ungkapan rasa syukur atas nikmat rezeki yang Allah limpahkan.
Sebagaimana firman-Nya:
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka…” (QS. At-Taubah: 103)
Mari jadikan setiap rupiah dari THR lebih bermakna — bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga bagi mereka yang membutuhkan.
Salurkan zakat penghasilanmu melalui BAZNAS Kota Sukabumi agar penyalurannya amanah, tepat sasaran, dan penuh keberkahan.
Karena sejatinya, keberkahan dari THR tidak diukur dari jumlah yang diterima, melainkan dari seberapa besar kita mau berbagi.
Momentum hari raya bukan hanya tentang pakaian baru dan hidangan lezat di meja makan, tetapi juga tentang kebersihan hati dan kemuliaan berbagi.
Ketika seorang muslim menyisihkan sebagian hartanya untuk zakat, ia sedang menghidupkan nilai keadilan sosial dan memperkuat ukhuwah antarumat.
Mari sambut hari kemenangan dengan hati yang bersih, rezeki yang berkah, dan semangat berbagi kepada sesama.
Yuk, tunaikan zakat dari THR-mu sekarang juga melalui BAZNAS Kota Sukabumi!
Untuk referensi bacaan singkat lainnya mengenai zakat penghasilan Tunjangan Hati Raya melalui BAZNAS Kota Sukabumi dengan tema Apakah THR Wajib Zakat?
