BAZNAS
  • Tentang Kami
    • Profil
    • Program
    • Laporan
    • Kontak Kami
    • Pengaduan
  • PPID
  • Layanan
    • Rekening Zakat
    • Kalkulator Zakat
    • Konfirmasi Donasi
    • Channel Pembayaran
    • Jemput Zakat
  • Kabar
    • Semua
    • Artikel
    • Cerita Aksi
    • Press Release
  • Donasi
    • Bantuan Sosial
    • Tunaikan Sedekah Terbaikmu Hari Ini
  • ZAKAT
  • INFAK
  • ZAKAT Fitrah
  • FIDYAH
ZAKAT FITRAH
BAZNAS
  • Infak
  • Zakat
  • Fidyah
  • Home
  • Tentang Kami
    • Profil
    • Program
    • Laporan
    • Kontak Kami
    • Pengaduan
  • PPID
  • Layanan
    • Rekening Zakat
    • Kalkulator Zakat
    • Konfirmasi Donasi
    • Channel Pembayaran
    • Jemput Zakat
  • Kabar
    • Semua
    • Artikel
    • Cerita Aksi
    • Press Release
  • Donasi
    • Bantuan Sosial
    • Tunaikan Sedekah Terbaikmu Hari Ini

Etika Meminta Maaf dan Keutamaan Memaafkan dalam Islam

17 Nov 2025
Artikel
Etika Meminta Maaf dan Keutamaan Memaafkan dalam Islam

Pelajari etika meminta maaf dan memaafkan dalam Islam melalui dalil Al-Qur’an, hadis, kisah Rasulullah, dan penjelasan ulama. Temukan bagaimana sikap pemaaf dapat membersihkan hati dan memperkuat hubungan sesama.

Etika Meminta Maaf dan Keutamaan Memaafkan dalam Islam: Kunci Hati yang Bersih dan Hubungan Harmonis

Dalam kehidupan sehari-hari, hubungan manusia tidak pernah terlepas dari kesalahan dan kekhilafan. Kesalahan adalah bagian dari tabiat manusia karena tidak ada seorang pun yang sempurna. Karena itu, Islam datang dengan ajaran yang sangat mulia yang dapat menjaga kebersihan hati dan keharmonisan sosial, yaitu meminta maaf (al-i‘tidzār) dan memaafkan (al-‘afwu). Kedua sikap ini bukan sekadar etiket sosial, tetapi ibadah yang memiliki kedudukan tinggi dalam syariat.

Pengertian Meminta Maaf dan Memaafkan dalam Islam

Meminta maaf adalah tindakan mengakui kesalahan sekaligus menunjukkan penyesalan, kesediaan memperbaiki, dan tidak mengulangi perbuatan yang sama. Dalam Islam, meminta maaf terkait erat dengan konsep taubat. Ulama seperti Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa hakikat taubat mencakup tiga unsur: penyesalan dalam hati (nadam), berhenti dari perbuatan salah (iqla’), dan bertekad kuat untuk tidak mengulanginya (‘azm). Jika kesalahan menyangkut hak manusia, maka meminta maaf adalah kewajiban untuk menyempurnakan taubat.

Sementara itu, memaafkan (al-‘afwu) berarti menghapus tuntutan terhadap seseorang yang berbuat salah, melapangkan dada, dan tidak menyimpan dendam. Dalam Lisan al-‘Arab, kata ‘afwu berarti “menghapus”, seperti angin yang menghapus jejak kaki di pasir. Artinya, memaafkan adalah membersihkan hati dari luka dan kemarahan.

BAZNAS Kota Sukabumi

Dalil Al-Qur’an tentang Ibadah Memaafkan

Al-Qur’an memberikan pujian luar biasa kepada orang-orang yang memaafkan. Dalam QS. Ali Imran ayat 134, Allah menyebutkan bahwa orang bertakwa adalah mereka yang menahan amarah dan memaafkan kesalahan orang lain, lalu ditutup dengan kalimat: “Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.” Hal ini menunjukkan bahwa memaafkan bukan hanya perilaku yang baik, tetapi juga tanda keimanan dan ketakwaan.

Ayat lain yang sangat indah adalah QS. Asy-Syura ayat 40:

“Barang siapa memaafkan dan berdamai, maka pahalanya atas tanggungan Allah.”

Ini berarti bahwa ganjaran memaafkan bukan sekadar pahala biasa, tetapi Allah sendiri yang menjaminnya. Tidak ada pahala yang lebih agung daripada pahala yang langsung dijanjikan oleh Allah.

QS. An-Nur ayat 22 juga menjadi contoh menarik. Ayat ini turun ketika Abu Bakar tersinggung karena Mistah—kerabat yang selalu ia bantu—ikut menyebarkan gosip tentang Aisyah. Ketika Abu Bakar ingin berhenti membantunya, Allah menegurnya dan berfirman:

“Apakah kalian tidak ingin Allah mengampuni kalian?”
Ayat ini menekankan bahwa memaafkan kesalahan orang lain adalah jalan untuk mendapatkan ampunan Allah.

Hadis Nabi tentang Kemuliaan Memaafkan

Rasulullah ﷺ sepanjang hidupnya menjadi teladan terbesar dalam memaafkan. Salah satu hadis yang sangat terkenal menyatakan bahwa orang kuat bukanlah yang mampu bergulat, tetapi orang yang mampu menahan amarah. Penahan amarah itulah yang kemudian bisa sampai pada sifat pemaaf.

Dalam hadis lain Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tidaklah seseorang memaafkan kecuali Allah menambah kemuliaan baginya.” (HR. Muslim).
Ini menunjukkan bahwa memaafkan bukan tanda kelemahan, tetapi tanda kemuliaan jiwa.

Etika Meminta Maaf Menurut Para Ulama

Para ulama menekankan bahwa meminta maaf bukan hanya ucapan, tetapi sikap hati dan tindakan. Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menjelaskan bahwa meminta maaf harus didasari penyesalan yang jujur, bukan hanya formalitas. Ia juga menekankan bahwa orang yang bersalah wajib mengembalikan hak jika kesalahan itu menimbulkan kerugian pada orang lain.

Imam Nawawi menjelaskan bahwa meminta maaf adalah wajib jika seseorang melakukan ghibah, fitnah, membentak, menyakiti dengan kata-kata, atau mengambil hak orang lain. Tidak cukup hanya beristighfar kepada Allah, tetapi harus meminta maaf kepada orang yang dizalimi.

Ibn Qayyim dalam Madarij as-Salikin menambahkan bahwa manusia sering sulit meminta maaf karena ego. Orang yang jujur mengakui kesalahannya adalah orang yang telah mengalahkan hawa nafsunya.

Etika Memaafkan Menurut Ulama Empat Mazhab

Keempat mazhab sepakat bahwa memaafkan termasuk akhlak mulia yang sangat dianjurkan. Mazhab Hanafi dan Hanbali menyebut memaafkan sebagai tindakan sunnah yang menghasilkan pahala besar. Mazhab Syafi’i menekankan bahwa memaafkan lebih utama daripada membalas, selama tidak menimbulkan kerusakan yang lebih besar. Mazhab Maliki menambahkan bahwa memaafkan adalah pilihan terbaik dalam perkara pribadi, bukan dalam perkara yang merusak masyarakat.

Ibn Qayyim mengatakan bahwa memaafkan dapat memurnikan hati dari penyakit seperti dendam, iri, dan hasad. Hati yang penuh dendam akan gelap, sementara hati yang memaafkan akan dipenuhi cahaya.

Nilai Spiritual dan Sosial dari Memaafkan

Secara spiritual, memaafkan membuka pintu ampunan Allah. Seseorang yang mudah memaafkan akan dipermudah pula urusannya oleh Allah. Secara sosial, masyarakat yang gemar memaafkan memiliki tingkat konflik yang rendah. Dalam keluarga, memaafkan menjadi kunci keharmonisan rumah tangga. Dalam pertemanan, memaafkan memperkuat persaudaraan dan menghilangkan prasangka buruk.

Imam Junaid al-Baghdadi berkata:

“Memaafkan adalah obat bagi hati. Siapa yang belum mampu memaafkan, ia belum merasakan nikmatnya iman.”

Contoh Kisah Nyata dari Rasulullah SAW tentang Memaafkan

Salah satu cara terbaik untuk memahami keutamaan memaafkan dalam Islam adalah dengan melihat teladan langsung dari Rasulullah SAW. Beliau bukan hanya mengajarkan pentingnya memaafkan lewat kata-kata, tetapi menunjukkannya melalui tindakan nyata yang sangat menyentuh dan menggugah hati. Kisah-kisah ini menjadi bukti bahwa memaafkan bukanlah tanda kelemahan, tetapi puncak kekuatan dan kelapangan jiwa.

1. Rasulullah Memaafkan Penduduk Thaif

Ketika Rasulullah SAW berdakwah ke Thaif, penduduk di sana tidak hanya menolak dakwah beliau, tetapi juga mengusir dan melempari beliau dengan batu hingga tubuhnya berdarah. Malaikat penjaga gunung menawarkan untuk menghancurkan mereka sebagai balasan. Namun Rasulullah SAW menolak dan berkata:

“Aku berharap Allah mengeluarkan dari keturunan mereka orang-orang yang menyembah Allah semata dan tidak menyekutukan-Nya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Ini adalah puncak sikap pemaaf. Bukan hanya memaafkan, tetapi mendoakan kebaikan bagi orang yang menyakiti.

Adab Memaafkan Ketika Kita Merasa Benar 

Memaafkan saat kita salah itu wajar, tetapi memaafkan ketika kita berada di pihak yang benar adalah akhlak yang jauh lebih mulia. Dalam Islam, inilah tanda kejernihan hati dan kedewasaan iman. Rasulullah SAW bersabda:

“Tidaklah seseorang memaafkan kecuali Allah menambah kemuliaan baginya.”
(HR. Muslim)

1. Memaafkan Demi Meredakan Konflik

Kadang kita tidak salah, tetapi memilih memaafkan agar hubungan kembali tenang. Ulama menyebutkan bahwa perdamaian lebih utama selama tidak mengorbankan kebenaran. Allah berfirman:
“Perdamaian itu lebih baik.” (QS. An-Nisa: 128)

2. Memaafkan Meski Mampu Membalas

Keutamaan tertinggi adalah menahan diri padahal mampu membalas. Rasulullah bersabda bahwa orang yang menahan amarah akan dimuliakan Allah pada hari kiamat (HR. Abu Dawud). Ini menunjukkan bahwa memaafkan adalah kekuatan batin, bukan kelemahan.

3. Memaafkan Sebelum Diminta

Rasulullah sering memaafkan bahkan sebelum orang lain meminta maaf. Allah memerintahkan:
“Hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada.” (QS. An-Nur: 22)
Ini mengajarkan bahwa memaafkan adalah pilihan hati yang tulus, bukan sekadar reaksi.

4. Penyucian Jiwa

Para ulama menjelaskan bahwa memaafkan ketika kita benar adalah bentuk tazkiyatun nafs—latihan mengendalikan ego dan membersihkan hati. Hati yang pemaaf lebih tenang dan jauh dari dendam.

Kesimpulan

Meminta maaf dan memaafkan bukan sekadar etika sosial dalam Islam, tetapi ibadah hati yang memiliki kedudukan mulia di sisi Allah. Al-Qur’an dan hadis menegaskan bahwa kedua sikap ini adalah ciri orang bertakwa, pembuka pintu ampunan, serta jalan menuju ketenangan jiwa dan keharmonisan sosial. Para ulama dari berbagai mazhab sepakat bahwa memaafkan lebih utama daripada membalas, selama tidak menimbulkan mudarat. Adapun meminta maaf adalah kewajiban moral yang menunjukkan kerendahan hati dan kemenangan atas ego.

Dari teladan Rasulullah SAW—yang memaafkan bahkan ketika beliau mampu membalas—kita belajar bahwa memaafkan adalah puncak kemuliaan akhlak. Hati yang terbiasa memaafkan akan lebih bersih, lebih bahagia, dan lebih dekat dengan rahmat Allah.

Sebagai bentuk pengamalan nilai-nilai luhur ini, kita juga diajak memperbanyak amal kebaikan, salah satunya bersedekah. Sedekah adalah cara membersihkan hati, menumbuhkan empati, dan menjadi bukti nyata kelapangan jiwa.

Kini, bersedekah bisa dilakukan dengan mudah melalui lembaga resmi seperti BAZNAS Kota Sukabumi.

Yuk bersedekah melalui website resmi BAZNAS Kota Sukabumi: https://baznaskotasukabumi.com/

Semoga dengan membiasakan meminta maaf, memberi maaf, dan memperbanyak sedekah, Allah senantiasa memberikan keberkahan, kelapangan rezeki, serta pahala yang mengalir hingga akhirat. Aamiin.

Untuk referensi bacaan singkat lainnya kunjungi artikel BAZNAS Kota Sukabumi yang mengulas tema Etika Meminta Maaf dan Keutamaan Memaafkan dalam Islam

BAZNAS Kota Sukabumi
Share

Baca Juga

Artikel
MENGHADAPI KELUARGA TOXIC,TRAUMA,EMOTIONAL ABOUSE : BERKACA DARI KISAH PARA NABI
13 Aug 2025
Artikel
Antara Menjaga Lisan dan Berpendapat: Bagaimana Islam Mengatur Batasnya?
17 Nov 2025
Artikel
Antara Tawakal dan Ikhtiar: Menemukan Keseimbangan dalam Hidup Seorang Muslim
17 Nov 2025
Artikel
Antara Menjaga Perasaan Orang Lain atau Kejujuran: Mana Yang Harus Di Dahulukan?
17 Nov 2025
Artikel
Upgrade Diri atau Upgrade Gaya Hidup? Menentukan Pilihan yang Bijak dalam Perspektif Islam
14 Nov 2025
Artikel
Antara Kerja Keras dan Kesehatan: Mana yang Harus Diprioritaskan?
14 Nov 2025
Artikel
Mana yang Harus Didahulukan: Kebutuhan atau Keinginan?
14 Nov 2025
BAZNAS Gedung Islamik Center, Jl. Veteran II No.2, Gunungparang, Kec. Cikole, Kota Sukabumi, Jawa Barat 43111
(0266) 6245222

Kenali Kami

  • Tentang Kami
  • Syarat & Ketentuan
  • Kebijakan Privasi
  • Hubungi Kami

Layanan

  • Rekening Zakat
  • Konfirmasi Donasi
  • Kalkulator
  • Channel Pembayaran
  • Jemput Zakat

Donasi

  • Program
  • Zakat
  • Infak
  • Fidyah

Ikuti Kami

  • Baznas Kota Sukabumi
  • Baznas Kota Sukabumi
  • Baznas Kota Sukabumi
  • Baznas Kota Sukabumi
© 2025 - Baznas Kota Sukabumi