Fitnah online semakin mudah dilakukan namun dampaknya sangat besar. Pelajari bahaya, dalil, dan pandangan Islam tentang fitnah digital serta cara mencegahnya.
Di era digital, jari-jemari bisa lebih tajam dari pedang. Cukup dengan satu komentar, satu caption, atau satu unggahan, nama baik seseorang bisa runtuh dalam hitungan detik. Fenomena fitnah online kini menjadi salah satu bentuk kezaliman modern yang sangat mudah dilakukan, namun dampaknya bisa menghancurkan hidup seseorang. Pertanyaannya: mengapa menyakiti orang melalui dunia maya bisa semudah itu? Dan apa pandangan Islam terhadap perilaku yang terlihat sepele, tetapi berbahaya ini?
Dalam istilah syariat, fitnah memiliki banyak makna, antara lain ujian, cobaan, kekacauan, hingga tuduhan dusta yang merusak kehormatan orang lain. Dalam konteks media sosial, fitnah yang paling banyak terjadi adalah qadzf (tuduhan tanpa bukti) atau ghibah yang diperluas dengan kebohongan (bohtan).
Dulu, membuat fitnah membutuhkan keberanian dan posisi. Sekarang? Cukup dengan akun anonim, emosi sesaat, dan sinyal internet.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin pernah berkata bahwa dosa yang menyebar luas dan berdampak besar masuk ke kategori kezaliman berat karena “kezalimannya tidak hanya satu orang yang merasakannya, tapi menyebar ke banyak orang.” Fitnah online jelas masuk kategori ini—sekali tersebar, sulit dikendalikan.
Kesalahan besar manusia modern adalah menganggap dunia maya berbeda dari dunia nyata. Padahal, kata-kata yang diketik tetaplah kata-kata yang bisa melukai.
Ibnul Qayyim mengatakan bahwa sebagian dosa menjadi lebih mudah dilakukan ketika seseorang “merasa tidak terlihat” dan tidak merasakan akibatnya secara langsung. Media sosial memberikan ilusi itu.
Banyak orang mengetik dulu, berpikir kemudian—atau bahkan tidak berpikir sama sekali.
Padahal Allah telah mengingatkan:
“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.”
(QS. Al-Isra’ 17:36)
Sayangnya, ayat ini sering diabaikan saat sedang tergesa-gesa membagikan gosip atau informasi yang belum jelas kebenarannya.
Algoritma lebih menyukai konten kontroversial daripada kebenaran. Akhirnya, orang terdorong menyebarkan informasi tanpa verifikasi demi likes dan komentar.

Islam memandang fitnah sebagai dosa besar yang merusak kehormatan dan ketenangan masyarakat.
Allah berfirman:
“Fitnah itu lebih besar (kejahatannya) daripada pembunuhan.”
(QS. Al-Baqarah 2:191)
Para ulama tafsir seperti Imam At-Tabari menjelaskan bahwa salah satu bentuk “fitnah” dalam ayat ini adalah tindakan yang merusak kehormatan serta menimbulkan kekacauan di tengah masyarakat.
Allah mengingatkan dengan tegas:
“Wahai orang-orang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah kebenarannya….”
(QS. Al-Hujurat 49:6)
Ayat ini adalah kode keras bagi orang yang hobi share berita gosip selebriti, potongan video, atau chat yang belum diketahui kebenarannya.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Cukuplah seseorang dianggap berdusta ketika ia menceritakan segala yang ia dengar.”
(HR. Muslim)
Jika segala informasi yang didengar saja tidak boleh langsung disebarkan, bagaimana dengan fitnah yang sengaja dibuat atau diedit agar terlihat nyata?
Dalam Islam, menjaga kehormatan adalah hak setiap manusia. Maka merusaknya termasuk kezaliman berat.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya. Ia tidak menzaliminya dan tidak membiarkannya dizalimi.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Menyebarkan fitnah bisa membuat seseorang stres, depresi, bahkan kehilangan pekerjaan. Ini bukan sekadar “cuma bercanda”.
Ulama menjelaskan bahwa dosa fitnah digital ikut tersebar seiring tersebarnya postingan itu. Sementara jejak digital sangat sulit dihapus. Selama konten itu masih dilihat orang, dosanya tetap mengalir bagi pembuat dan penyebarnya.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam konteks media sosial, hadis ini berarti:
“Post yang baik atau jangan posting sama sekali.”
Sharing fitnah sama saja dengan membuat fitnah.
Imam Nawawi menjelaskan bahwa orang yang membantu penyebaran keburukan ikut mendapatkan dosa yang sama.
Sebelum menyebarkan informasi, tanyakan tiga hal:
Benarkah ini?
Perlukah disebarkan?
Bermanfaatkah bagi orang lain?
Kalau jawabannya tidak, simpan saja.
Fitnah di dunia nyata biasanya hanya tersebar dalam lingkup sempit—keluarga, tetangga, atau lingkungan tertentu. Namun fitnah digital menyebar dengan kecepatan cahaya. Dari satu unggahan bisa menjadi ratusan ribu tayangan dan komentar. Ulama menjelaskan bahwa dosa yang dampaknya lebih luas, maka siksaannya bisa lebih berat, karena kezaliman yang ditimbulkan menyentuh banyak orang.
Ibnul Qayyim menegaskan bahwa dosa yang disebarkan ke khalayak umum lebih berat daripada dosa pribadi, karena elemen kerusakan sosialnya lebih besar. Fitnah online adalah contoh nyata: ia mencemari reputasi seseorang di depan publik global.
Agar pembaca lebih memahami betapa berbahayanya fitnah digital, berikut beberapa contoh nyata:
Menyebarkan potongan video yang sengaja dipotong untuk menjatuhkan seseorang.
Mengedit screenshot palsu berisi percakapan yang tidak pernah terjadi.
Menyebarkan tuduhan zina, skandal, atau kriminal tanpa bukti.
Membuat thread atau story yang memutarbalikkan fakta.
Menyebarkan gosip artis, tokoh agama, atau pejabat dengan narasi bohong.
Menyebarkan rumor “katanya” dan “denger-denger” yang tidak jelas sumbernya.
Semua itu termasuk kategori bohtan (fitnah murni), sebuah dosa besar yang dalam Al-Qur’an digambarkan:
“Orang yang membuat bohtan adalah orang yang sangat zalim.”
(QS. An-Nur 24:16)
Fitnah digital bukan hanya merusak reputasi, tetapi juga menghancurkan jiwa. Islam sangat melindungi martabat dan kehormatan seseorang karena pengaruhnya terhadap mental dan kehidupan sosial.
Beberapa dampak yang sering dialami korban:
Rasa malu yang ekstrem dan hilangnya harga diri.
Cemas berlebihan, takut membuka ponsel, takut bertemu orang.
Depresi karena tekanan sosial.
Dalam beberapa kasus ekstrem, korban memilih jalan bunuh diri.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Seorang muslim tidak boleh menyakiti muslim lainnya dengan lisan atau perbuatannya.”
(HR. Bukhari)
Fitnah online jelas merupakan penyiksaan mental yang dilarang keras.
Islam mendorong kita untuk tidak hanya diam ketika melihat kezaliman sedang terjadi.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barangsiapa membela kehormatan saudaranya, Allah akan melindunginya dari api neraka pada hari kiamat.”
(HR. Ahmad)
Cara menolong korban fitnah:
Klarifikasi dan luruskan informasi yang salah.
Tidak ikut menyebarkan fitnah.
Menegur pelaku kalau memungkinkan.
Menguatkan mental korban.
Melaporkan akun yang menyebarkan kejahatan.
Fitnah online bukan sekadar kata-kata di layar; ia adalah kezaliman yang dapat menghancurkan hidup seseorang, merusak kehormatan, serta menimbulkan luka psikologis dan sosial yang dalam. Islam telah memperingatkan umatnya sejak berabad-abad lalu mengenai bahaya dusta, bohtan, serta penyebaran informasi tanpa tabayyun. Melalui ayat-ayat Al-Qur’an, hadis Nabi ﷺ, dan penjelasan para ulama, kita diingatkan bahwa menjaga lisan—termasuk jempol di era digital—adalah bagian dari iman dan akhlak seorang muslim.
Tantangan media sosial yang serba cepat seharusnya membuat kita semakin berhati-hati, bukan semakin lalai. Sebelum mengetik, posting, atau membagikan sesuatu, tanyakan pada diri: “Apakah ini benar? Apakah ini bermanfaat? Apakah ini tidak menyakiti orang lain?” Dengan menjaga etika bermedia sosial, kita bukan hanya menjauhi dosa besar, tetapi juga ikut menciptakan lingkungan digital yang lebih sehat dan penuh keberkahan.
Sebagai muslim, kita juga diwajibkan untuk membantu korban kezaliman, termasuk korban fitnah online, dengan meluruskan fakta, tidak ikut menyebarkan kabar buruk, dan mendukung mereka secara moral. Inilah wujud nyata solidaritas dan kasih sayang yang diajarkan Islam.
Sebagai bentuk pengamalan nilai-nilai kebaikan dalam Islam, kita juga dianjurkan untuk memperbanyak amal saleh—salah satunya dengan bersedekah. Sedekah bukan hanya membersihkan harta, tetapi juga membersihkan hati dari sifat iri, dengki, dan kebiasaan menyebarkan keburukan.
Kini, sedekah bisa dilakukan dengan mudah melalui lembaga resmi yang amanah, seperti BAZNAS Kota Sukabumi.
Yuk, tunaikan sedekah terbaikmu melalui website resmi: https://baznaskotasukabumi.com/
Semoga dengan menjauhi fitnah, menjaga lisan dan jempol, serta memperbanyak sedekah, Allah memberikan kita keberkahan, kelapangan rezeki, serta pahala yang terus mengalir hingga akhirat. Aamiin.
Untuk referensi bacaan singkat lainnya kunjungi artikel BAZNAS Kota Sukabumi yang mengulas tema Fitnah Online: Kok Bisa Semudah Itu Menyakiti Orang?
