BAZNAS
  • Tentang Kami
    • Profil
    • Program
    • Laporan
    • Kontak Kami
    • Pengaduan
  • PPID
  • Layanan
    • Rekening Zakat
    • Kalkulator Zakat
    • Konfirmasi Donasi
    • Channel Pembayaran
    • Jemput Zakat
  • Kabar
    • Semua
    • Artikel
    • Cerita Aksi
    • Press Release
  • Donasi
    • Bantuan Sosial
    • Tunaikan Sedekah Terbaikmu Hari Ini
  • ZAKAT
  • INFAK
  • ZAKAT Fitrah
  • FIDYAH
ZAKAT FITRAH
BAZNAS
  • Infak
  • Zakat
  • Fidyah
  • Home
  • Tentang Kami
    • Profil
    • Program
    • Laporan
    • Kontak Kami
    • Pengaduan
  • PPID
  • Layanan
    • Rekening Zakat
    • Kalkulator Zakat
    • Konfirmasi Donasi
    • Channel Pembayaran
    • Jemput Zakat
  • Kabar
    • Semua
    • Artikel
    • Cerita Aksi
    • Press Release
  • Donasi
    • Bantuan Sosial
    • Tunaikan Sedekah Terbaikmu Hari Ini

Makan Dulu atau Shalat Dulu? Menemukan Keseimbangan antara Kebutuhan Jasmani dan Kekhusyukan Ibadah

13 Nov 2025
Artikel
Makan Dulu atau Shalat Dulu? Menemukan Keseimbangan antara Kebutuhan Jasmani dan Kekhusyukan Ibadah

Sering bingung antara makan dulu atau shalat dulu? Islam punya jawabannya! Pelajari tuntunan Rasulullah dan penjelasan para ulama tentang cara menjaga keseimbangan antara kebutuhan jasmani dan kekhusyukan ibadah.

Pendahuluan

Setiap muslim pasti pernah berada dalam situasi seperti ini: adzan sudah berkumandang, sementara makanan juga sudah terhidang di meja, dan perut terasa sangat lapar. Dalam kondisi seperti ini, muncul pertanyaan yang cukup sering membuat bimbang — apakah sebaiknya makan dulu atau shalat dulu?

Pertanyaan sederhana ini sebenarnya menyentuh hal yang mendalam: bagaimana Islam mengatur keseimbangan antara kebutuhan jasmani manusia dan tuntunan ruhani dalam beribadah. Apakah mendahulukan makan berarti menomorduakan ibadah, atau justru bagian dari menjaga kekhusyukan shalat?

Untuk menjawabnya, mari kita telaah panduan Rasulullah SAW dan pandangan para ulama besar dari empat mazhab utama dalam Islam.

Tuntunan Rasulullah SAW

Masalah ini telah dijelaskan secara langsung dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu:

إِذَا قُدِّمَ الْعَشَاءُ فَابْدَءُوا بِهِ قَبْلَ أَنْ تُصَلُّوا صَلاَةَ الْمَغْرِبِ، وَلاَ تَعْجَلُوا عَنْ عَشَائِكُمْ

“Apabila makan malam telah disajikan, maka dahulukanlah makan malam sebelum shalat Maghrib. Dan janganlah kalian tergesa-gesa dalam makan kalian.”
(HR. Bukhari no. 672, Muslim no. 557)

Hadits ini menjelaskan bahwa ketika makanan sudah tersaji dan seseorang sedang merasa lapar, maka dianjurkan untuk makan terlebih dahulu sebelum shalat. Tujuannya bukan karena makan lebih penting daripada shalat, melainkan agar ibadah dilakukan dengan hati yang khusyu’, tanpa gangguan pikiran karena rasa lapar.

Makna dan Hikmah Hadits

Dalam Islam, kekhusyukan adalah inti dari shalat. Hati yang tenang dan fokus akan membawa seseorang pada makna ibadah yang sesungguhnya. Maka, syariat mengajarkan agar setiap muslim berusaha menciptakan kondisi yang mendukung kekhusyukan itu.

  1. Menghadirkan ketenangan hati dalam ibadah
    Orang yang lapar tidak akan mampu berkonsentrasi dengan baik. Pikiran akan terganggu, bahkan gerakan shalat bisa menjadi tergesa-gesa karena ingin segera makan.

  2. Islam menghormati fitrah manusia
    Agama tidak memerintahkan sesuatu yang di luar kemampuan manusia. Islam memandang makan bukan sekadar kebutuhan fisik, tetapi bagian dari cara menjaga kekuatan tubuh agar dapat beribadah dengan baik.

  3. Menolak sifat tergesa-gesa dalam ibadah
    Rasulullah SAW mengajarkan agar seseorang tidak tergesa-gesa dalam makan, dan juga tidak tergesa-gesa dalam shalat. Keduanya dilakukan dengan ketenangan, karena ketenangan adalah tanda keikhlasan dalam beribadah.

Konteks Waktu Shalat: Kenapa Disebut Maghrib?

Hadits di atas secara khusus menyebut Maghrib karena waktunya paling sempit dibanding ibadah wajib lainnya. Maka, dilema antara makan dan ibadah paling sering muncul pada waktu ini.

Namun, para ulama menjelaskan bahwa hukum ini berlaku juga untuk waktu ibadah lainnya, dengan catatan:

  • Jika waktunya masih panjang, makan terlebih dahulu diperbolehkan.
  • Jika waktunya sudah sempit dan dikhawatirkan akan habis, maka wajib mendahulukan ibadah.

Dengan demikian, kebijaksanaan dalam mengatur waktu menjadi kunci utama agar tidak keluar dari batas waktu kewajiban.

Khusyu’ dalam Shalat: Mengapa Begitu Penting

Khusyu’ adalah ruh ibadah. Tanpanya, ibadah hanya menjadi gerakan fisik tanpa makna. Allah SWT berfirman:

“Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya.”
(QS. Al-Mu’minun: 1–2)

Para ulama menjelaskan, ibadah tanpa khusyu’ tetap sah secara hukum, tetapi kehilangan nilainya di sisi Allah. Karena itu, Rasulullah SAW menganjurkan makan terlebih dahulu agar hati tenang, fokus, dan tidak terganggu oleh rasa lapar.

Imam An-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menulis:

“Disunnahkan makan terlebih dahulu jika makanan telah disajikan dan seseorang membutuhkannya, agar hati tidak terganggu ketika shalat.”

Penjelasan Para Imam Mazhab

1. Mazhab Syafi’i

Dalam pandangan mazhab Syafi’i, apabila makanan sudah disajikan dan seseorang merasa lapar, disunnahkan untuk makan terlebih dahulu, meskipun waktu shalat sudah masuk. Hal ini bertujuan agar shalat dilakukan dalam keadaan tenang dan penuh kekhusyukan.

Namun, ulama Syafi’iyyah menegaskan bahwa hal ini berlaku dengan syarat waktu shalat masih luas. Jika waktu shalat sudah sempit dan dikhawatirkan akan habis, maka wajib mendahulukan shalat.

Imam An-Nawawi — salah satu ulama besar dalam mazhab Syafi’i — menjelaskan dalam Syarh Shahih Muslim:

“Disunnahkan untuk mendahulukan makan malam jika makanan telah hadir dan seseorang membutuhkannya, agar hati tidak terganggu ketika shalat.”

Dengan demikian, mazhab Syafi’i menempatkan masalah ini dalam konteks adab dan kekhusyukan, bukan sebagai izin untuk menunda ibadah secara sembarangan.

2. Mazhab Hambali

Mazhab Hambali memiliki pandangan yang hampir sama. Mereka berpendapat bahwa apabila makanan sudah tersaji dan seseorang sangat lapar, maka disunnahkan makan terlebih dahulu. Namun, tidak boleh berlebihan hingga menyebabkan waktu shalat habis.

Menurut ulama Hambali, anjuran makan sebelum shalat bertujuan menjaga kualitas ibadah, bukan meremehkan waktu shalat.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin — salah satu ulama besar mazhab ini — menegaskan bahwa mendahulukan makan diperbolehkan selama tidak membuat seseorang keluar dari waktu shalat.

Beliau menambahkan:

“Khusyu’ dalam shalat adalah sunnah mu’akkadah (sangat dianjurkan). Maka jika makan bisa membantu kekhusyukan, lakukanlah, namun jangan sampai melampaui batas waktu shalat.”

Mazhab Hambali juga menekankan pentingnya menghindari rasa lapar berlebihan menjelang waktu shalat, agar tidak terjebak dalam dilema ini.

3. Mazhab Maliki

Dalam pandangan mazhab Maliki, jika makanan sudah tersaji dan seseorang dalam keadaan sangat lapar, maka lebih utama makan terlebih dahulu.

Imam Malik berpendapat bahwa makan dalam kondisi lapar lebih diutamakan daripada shalat dalam kondisi tidak khusyu’. Namun, apabila makanan hanya sekadar disajikan tanpa rasa lapar yang mendesak, maka shalat tetap didahulukan.

Mazhab ini juga memberi batasan yang jelas: jika seseorang khawatir waktu ibadah akan berakhir, maka wajib ibadah dulu. Karena makan dalam keadaan seperti itu justru menyebabkan ia meninggalkan kewajiban.

Dalam Al-Mudawwanah Al-Kubra, Imam Malik menyatakan:

“Jika seseorang ingin makan dan takut waktu shalat akan sempit, maka hendaknya ia menunaikan shalat terlebih dahulu. Tetapi jika ia membutuhkan makan agar dapat shalat dengan tenang, maka makanlah sebelum shalat.”

Dengan begitu, mazhab Maliki menegaskan pentingnya keseimbangan antara kewajiban dan kekhusyukan.

4. Mazhab Hanafi

Mazhab Hanafi juga memiliki pandangan yang sejalan, namun sedikit lebih hati-hati terhadap kemungkinan seseorang menunda shalat terlalu lama.

Dalam pandangan mazhab ini, makan diperbolehkan terlebih dahulu jika makanan sudah tersaji dan seseorang benar-benar lapar, karena hal itu membantu menghadirkan kekhusyukan. Tetapi jika seseorang hanya ingin menunda shalat karena alasan kenyamanan semata, maka hal itu tidak dianjurkan.

Imam Abu Hanifah menilai bahwa hadits Rasulullah SAW tersebut adalah anjuran etika dan adab, bukan perintah wajib. Maka, hukum mendahulukan makan adalah mubah atau sunnah, tergantung pada kondisi seseorang.

Dalam Al-Hidayah fi Syarh Al-Bidayah, disebutkan:

“Apabila seseorang dalam keadaan lapar dan makanan telah tersedia, maka diperbolehkan untuk makan terlebih dahulu. Tetapi jika hal itu membuat waktu shalat hampir habis, maka shalat wajib didahulukan.”

Mazhab Hanafi juga menekankan pentingnya tidak menjadikan makan sebagai kebiasaan untuk meninggalkan jamaah di masjid tanpa alasan yang sah.

Adab Makan Sebelum Ibadah

Walaupun diperbolehkan mendahulukan makan, Islam mengajarkan adab yang perlu diperhatikan:

  1. Jangan makan berlebihan, cukup secukupnya agar tetap semangat beribadah.

  2. Jangan tergesa-gesa, karena Nabi melarang tergesa-gesa dalam makan maupun ibadah.

  3. Perhatikan waktu ibadah, jangan sampai waktu habis karena makan terlalu lama.

  4. Jangan jadikan kebiasaan meninggalkan jamaah hanya karena alasan kecil seperti makanan baru datang.

Dengan adab ini, seseorang bisa menjaga keseimbangan antara kebutuhan jasmani dan ruhani.

Kapan Sebaiknya Makan Dulu, dan Kapan Ibadah Dulu

Dari keseluruhan pandangan para imam mazhab, dapat disimpulkan beberapa pedoman praktis:

  1. Jika sangat lapar dan makanan sudah tersaji, makanlah terlebih dahulu secukupnya, agar ibadah bisa dilakukan dengan khusyu’.

  2. Jika waktu ibadah hampir habis, maka ibadah harus segera dilakukan agar tidak keluar dari waktunya.

  3. Jika tidak terlalu lapar atau makanan belum siap, sebaiknya ibadah terlebih dahulu.

  4. Jangan makan berlebihan hingga membuat malas beribadah.

Dengan demikian, mendahulukan makan bukan berarti menomorduakan ibadah, tetapi justru menjaga agar ibadah dilakukan dengan sebaik-baiknya.

BAZNAS Kota Sukabumi

Keseimbangan Jasmani dan Ruhani

Islam adalah agama yang menuntun manusia untuk hidup seimbang antara tubuh dan ruhani. Tubuh membutuhkan makan agar kuat, sementara ruh membutuhkan ibadah agar tenang.

Ketika Islam memberi kelonggaran untuk makan sebelum ibadah, itu bukan bentuk keringanan untuk menunda ibadah, tetapi bentuk pemahaman syariat terhadap fitrah manusia.

Dalam konteks psikologi modern, hal ini juga selaras dengan prinsip mindfulness — seseorang baru bisa benar-benar fokus beribadah ketika kebutuhan dasar tubuhnya terpenuhi. Karena itu, makan secukupnya sebelum ibadah adalah langkah untuk menghadirkan ketenangan hati dan pikiran.

Kesimpulan

Dari penjelasan hadits dan pandangan empat mazhab, dapat dipahami bahwa Islam mengajarkan keseimbangan antara kebutuhan jasmani dan ruhani. Ketika rasa lapar datang bersamaan dengan waktu ibadah, mendahulukan makan bukanlah meremehkan kewajiban, melainkan cara agar ibadah dapat dilakukan dengan hati tenang dan penuh khusyu’.

Namun, makan hendaknya secukupnya, tidak berlebihan, dan tetap memperhatikan waktu ibadah agar tidak terlewat. Pada hakikatnya, tujuan semua amalan adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan kesadaran dan keikhlasan.

Sebagai bentuk nyata pengamalan nilai keseimbangan dan keikhlasan dalam beribadah, mari kita perbanyak amal kebaikan, salah satunya dengan bersedekah. Bersedekah bukan hanya membersihkan harta, tetapi juga menumbuhkan rasa syukur dan menambah keberkahan dalam hidup.

Kini, bersedekah dapat dilakukan dengan mudah melalui lembaga resmi seperti BAZNAS Kota Sukabumi.
 Yuk, tunaikan sedekahmu sekarang melalui website resmi: https://baznaskotasukabumi.com/

Semoga dengan menjaga keseimbangan antara ibadah dan kebutuhan hidup, serta menunaikan sedekah dengan ikhlas, kita termasuk golongan hamba yang diberi kelapangan rezeki, ketenangan hati, dan keberkahan hidup dunia akhirat.

Untuk referensi bacaan singkat lainnya kunjungi artikel BAZNAS Kota Sukabumi yang mengulas tema  Makan Dulu atau Shalat Dulu? Menemukan Keseimbangan antara Kebutuhan Jasmani dan Kekhusyukan Ibadah

BAZNAS Kota Sukabumi
Share

Baca Juga

Artikel
MENGHADAPI KELUARGA TOXIC,TRAUMA,EMOTIONAL ABOUSE : BERKACA DARI KISAH PARA NABI
13 Aug 2025
Artikel
Antara Tawakal dan Ikhtiar: Menemukan Keseimbangan dalam Hidup Seorang Muslim
17 Nov 2025
Artikel
Antara Menjaga Perasaan Orang Lain atau Kejujuran: Mana Yang Harus Di Dahulukan?
17 Nov 2025
Artikel
Etika Meminta Maaf dan Keutamaan Memaafkan dalam Islam
17 Nov 2025
Artikel
Upgrade Diri atau Upgrade Gaya Hidup? Menentukan Pilihan yang Bijak dalam Perspektif Islam
14 Nov 2025
Artikel
Antara Kerja Keras dan Kesehatan: Mana yang Harus Diprioritaskan?
14 Nov 2025
Artikel
Mana yang Harus Didahulukan: Kebutuhan atau Keinginan?
14 Nov 2025
BAZNAS Gedung Islamik Center, Jl. Veteran II No.2, Gunungparang, Kec. Cikole, Kota Sukabumi, Jawa Barat 43111
(0266) 6245222

Kenali Kami

  • Tentang Kami
  • Syarat & Ketentuan
  • Kebijakan Privasi
  • Hubungi Kami

Layanan

  • Rekening Zakat
  • Konfirmasi Donasi
  • Kalkulator
  • Channel Pembayaran
  • Jemput Zakat

Donasi

  • Program
  • Zakat
  • Infak
  • Fidyah

Ikuti Kami

  • Baznas Kota Sukabumi
  • Baznas Kota Sukabumi
  • Baznas Kota Sukabumi
  • Baznas Kota Sukabumi
© 2025 - Baznas Kota Sukabumi