Menghidupkan Kembali Empati: Tantangan Akhlak di Era Modern dalam Pandangan Islam membahas makna empati, dalil Al-Qur’an dan hadits, pandangan ulama, tantangan zaman modern, serta aksi nyata untuk menumbuhkan kepedulian sosial
Perkembangan zaman modern membawa banyak kemudahan dalam kehidupan manusia. Teknologi, media sosial, dan globalisasi mempercepat arus informasi dan komunikasi. Namun di balik kemajuan tersebut, muncul tantangan serius dalam aspek akhlak, salah satunya adalah melemahnya empati. Sikap individualistis, kurang peduli terhadap penderitaan orang lain, serta mudahnya melontarkan ujaran kebencian menjadi fenomena yang semakin sering ditemui.
Dalam Islam, kepedulian terhadap sesama bukan sekadar nilai sosial, melainkan bagian dari akhlak mulia (akhlaq al-karimah) yang mencerminkan kualitas keimanan seseorang. Karena itu, menghidupkan kembali rasa peduli dan kepekaan sosial menjadi kebutuhan mendesak di era modern agar kehidupan bermasyarakat tetap harmonis dan bernilai ibadah.
Empati dalam Islam berkaitan erat dengan konsep rahmah (kasih sayang), ta’awun (tolong-menolong), dan ukhuwah (persaudaraan). Seorang Muslim dituntut untuk mampu merasakan penderitaan orang lain dan terdorong untuk membantu sesuai kemampuannya.
Kepedulian terhadap sesama tidak berhenti pada rasa simpati semata, tetapi harus diwujudkan dalam perbuatan nyata. Dalam pandangan Islam, kepekaan sosial menjadi salah satu indikator kesempurnaan iman dan kemuliaan akhlak seseorang.
Al-Qur’an secara tegas menanamkan nilai empati dan kepedulian terhadap sesama manusia, di antaranya:
Allah SWT berfirman:
“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam.”
(QS. Al-Anbiya’: 107)
Ayat ini menunjukkan bahwa ajaran Islam dibangun di atas dasar kasih sayang dan kepedulian universal.
Allah juga berfirman:
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa.”
(QS. Al-Ma’idah: 2)
Selain itu, Allah mengingatkan agar manusia saling mengenal dan menghargai:
“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.”
(QS. Al-Hujurat: 13)
Ayat-ayat ini menegaskan bahwa empati merupakan bagian integral dari ketakwaan dan kehidupan sosial umat Islam.
Rasulullah ﷺ memberikan teladan kepedulian yang sangat kuat melalui sabda dan perilaku beliau. Beliau bersabda:
“Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam hadits lain Rasulullah ﷺ bersabda:
“Perumpamaan kaum mukminin dalam saling mencintai, menyayangi, dan mengasihi seperti satu tubuh.”
(HR. Muslim)
Hadits-hadits ini menegaskan bahwa empati adalah syarat kesempurnaan iman dan fondasi kuat dalam membangun masyarakat Islam.
ara ulama memberikan perhatian besar terhadap akhlak kepedulian dalam kehidupan umat.
Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menjelaskan bahwa kelembutan hati dan kepedulian terhadap sesama merupakan tanda hati yang hidup dan dekat dengan Allah. Menurut beliau, kerasnya hati dan ketidakpedulian sosial adalah gejala penyakit rohani.
Ibn Qayyim Al-Jauziyyah menyatakan bahwa rahmat dan kasih sayang adalah inti syariat Islam. Seseorang yang tidak memiliki empati berarti belum memahami tujuan utama syariat, yaitu menjaga kemaslahatan manusia.
Sementara itu, Imam An-Nawawi menegaskan bahwa mencintai kebaikan bagi orang lain adalah prinsip dasar akhlak Islam yang harus diwujudkan dalam tindakan nyata.
Di era modern, empati menghadapi berbagai tantangan serius, antara lain:
Individualisme dan materialisme, yang membuat manusia lebih fokus pada kepentingan pribadi.
Media sosial, yang sering menjadi ruang ujaran kebencian dan minim empati.
Kesibukan hidup, sehingga kepedulian terhadap lingkungan sekitar semakin berkurang.
Menurunnya interaksi sosial langsung, yang melemahkan ikatan emosional antarmanusia.
Jika tidak disikapi dengan bijak, kondisi ini dapat mengikis nilai-nilai akhlak dalam masyarakat.
Islam tidak hanya mengajarkan teori, tetapi juga mendorong aksi nyata. Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain:
Membiasakan diri membantu orang lain, meski dengan hal kecil.
Menjaga lisan dan tulisan, terutama di media sosial.
Melatih diri untuk mendengarkan dan memahami perasaan orang lain.

Menanamkan nilai empati sejak dini kepada anak-anak.
Membiasakan kegiatan berbagi, seperti sedekah dan bakti sosial.
Menguatkan silaturahmi dengan tetangga dan kerabat.

Aktif dalam kegiatan sosial, kemanusiaan, dan keagamaan.
Menyalurkan zakat, infak, dan sedekah melalui lembaga resmi.
Menghidupkan peran masjid sebagai pusat kepedulian umat.
Empati merupakan inti dari akhlak Islam yang berlandaskan kasih sayang, kepedulian, dan tanggung jawab sosial. Al-Qur’an, hadits Nabi ﷺ, serta pandangan para ulama dengan jelas menegaskan bahwa keimanan seseorang tidak hanya tercermin dari ibadah ritual, tetapi juga dari sejauh mana ia mampu merasakan dan meringankan beban sesama. Di era modern yang diwarnai oleh tantangan individualisme dan sikap acuh tak acuh, menumbuhkan kembali rasa peduli menjadi tugas penting bagi setiap Muslim agar nilai-nilai kemanusiaan tetap terjaga.
Sebagai wujud nyata pengamalan kepedulian dan akhlak mulia dalam Islam, kita diajak untuk memperbanyak amal kebaikan, salah satunya melalui sedekah. Sedekah bukan hanya membantu mereka yang membutuhkan, tetapi juga melatih hati agar senantiasa peka, lembut, dan dipenuhi kasih sayang. Kini, bersedekah dapat dilakukan dengan lebih mudah dan aman melalui lembaga resmi seperti BAZNAS Kota Sukabumi.
Yuk, salurkan sedekah terbaik kita melalui website resmi: https://baznaskotasukabumi.com/
Semoga dengan menghidupkan empati dalam kehidupan sehari-hari serta menunaikan sedekah secara ikhlas, Allah SWT melimpahkan keberkahan, melapangkan rezeki, menenangkan hati, dan menjadikan setiap kebaikan yang kita lakukan sebagai pahala yang terus mengalir hingga akhirat.
Untuk referensi bacaan singkat lainnya kunjungi artikel BAZNAS Kota Sukabumi yang mengulas tema Menghidupkan Kembali Empati: Tantangan Akhlak di Era Modern dalam Pandangan Islam
