Pelajari bagaimana menjadi Muslim yang bijak di dunia maya menurut Al-Qur’an, hadits, dan pandangan ulama. Artikel ini membahas etika digital, bahaya mengejar viral, serta aksi nyata agar media sosial menjadi ladang pahala, bukan sumber dosa.
Di era digital, setiap orang bisa bersuara kapan saja, di mana saja, dan tentang apa saja. Dengan sekali sentuh, sebuah tulisan atau video dapat menjangkau ribuan hingga jutaan orang. Namun kemudahan ini juga membawa tantangan besar: kecenderungan untuk mengejar viral, mengutamakan sensasi, dan mengorbankan etika. Islam datang sebagai pedoman yang tidak hanya mengatur kehidupan nyata, tetapi juga dunia maya, karena keduanya akan dihisab pada hari kiamat.
Artikel ini membahas bagaimana seorang Muslim seharusnya bersikap di dunia digital menurut Al-Qur’an, hadits, dan pandangan ulama, sekaligus menghadirkan aksi nyata yang bisa diterapkan setiap hari.
Dunia maya adalah perpanjangan dari dunia nyata. Komentar, unggahan, dan share yang kita lakukan memiliki konsekuensi moral dan spiritual.
Allah berfirman:
“Tidak ada suatu kata pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu siap mencatat.”
(QS. Qaf: 18)
Ayat ini berlaku bukan hanya untuk kata yang diucapkan, tetapi juga untuk kata yang ditulis dalam bentuk komentar, pesan, atau unggahan.
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di menegaskan bahwa ayat ini menunjukkan kewajiban menjaga seluruh bentuk ucapan manusia, termasuk tulisan.
Allah memperingatkan:
“Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kalian orang fasik membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya…”
(QS. Al-Hujurat: 6)
Di era media sosial, ini sangat relevan — hoaks tersebar lebih cepat daripada kebenaran. Ulama tafsir menjelaskan bahwa ayat ini menuntut seorang Muslim tabayyun sebelum menyebarkan informasi, apalagi jika dapat merugikan seseorang.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.”
(HR. Bukhari & Muslim)
Imam Nawawi menjelaskan bahwa ini mencakup kewajiban menghindari semua bentuk ucapan yang membawa mudarat: hinaan, ghibah, fitnah, provokasi, atau candaan berlebihan yang menyakiti orang lain.
Banyak konten dibuat demi popularitas, bukan manfaat. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya.”
(HR. Bukhari)
Jika niat membuat konten adalah ketenaran, pujian, atau sensasi, maka seseorang terancam terjebak riya — penyakit hati yang sangat berbahaya.
Ulama seperti Syaikh Shalih Al-Fauzan mengingatkan bahwa mempublikasikan diri secara berlebihan—termasuk memamerkan kekayaan, keluarga, atau kehidupan pribadi—dapat memancing iri, hasad, atau bahkan membuka jalan fitnah.
Allah melarang keras perilaku ini:
“Janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain.”
(QS. Al-Hujurat: 12)
Sayangnya, konten yang membongkar aib sering justru menjadi viral. Namun dalam pandangan Islam, membuka aib saudara seiman adalah dosa besar.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barangsiapa menutupi aib seorang Muslim, Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat.”
(HR. Muslim)
Dalam Ihya Ulumuddin, Al-Ghazali menjelaskan bahwa manusia harus menjaga anggota badan dari perbuatan dosa. Jika beliau hidup di era sekarang, jari dan keyboard termasuk anggota badan yang wajib dijaga dari menuliskan keburukan.
Ibn Qayyim berkata dalam Madarij as-Salikin bahwa setiap ucapan manusia adalah “kesaksian” atas apa yang ada di hatinya. Apa yang kita unggah menunjukkan siapa diri kita.
Beliau pernah ditanya tentang hukum menulis komentar kasar di tempat umum, dan beliau menjawab bahwa menyinggung orang lain dengan tulisan hukumnya sama dengan menyinggung dengan ucapan — keduanya sama-sama haram.
Diam 10 detik sebelum mengirim komentar. Tanyakan pada diri sendiri:
Apakah ini bermanfaat?
Apakah ini menyakiti orang lain?
Apakah ini mendekatkan diri kepada Allah?
Ulurkan waktu beberapa detik untuk tabayyun. Jangan karena ingin jadi yang tercepat lalu ikut menyebarkan hoaks.
Likes tidak menentukan nilai sebuah amal. Allah menilai keikhlasan, bukan statistik.
Perdebatan di kolom komentar sering membawa kepada dosa berupa makian atau hinaan. Nabi ﷺ bersabda:
“Orang kuat bukanlah yang menang bergulat, tetapi yang mampu menahan diri ketika marah.”
(HR. Bukhari & Muslim)
Islam mengajarkan bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia (HR. Thabrani).

Tetapkan niat bersih sebelum membuat konten.
Lakukan untuk berbagi ilmu, menginspirasi, dan memberi manfaat.
Buat aturan pribadi:
Tidak komentar saat marah.
Tidak ikut tren negatif.
Tidak menyebarkan hal yang belum pasti.
Bersihkan akun dari konten dosa:
Foto atau video yang mengundang maksiat
Unggahan yang merendahkan orang lain
Status lama yang penuh amarah
Hapus semua, dan mulai dari awal yang lebih bersih.
Gunakan media sosial untuk menyebarkan kebaikan:
kutipan Qur’an, kisah inspiratif, adab-adab Islam, ulasan buku, atau edukasi sosial.
Jika melihat konten negatif:
Jangan ikut membagikan.
Tegur dengan cara baik.
Laporkan jika mengandung bahaya.
Jadilah penenang, bukan pemicu konflik.
Pilih kata yang lembut ketika berdiskusi.
Ajak keluarga dan teman melakukan literasi digital islami.
Mengajarkan tabayyun, etika komentar, dan bahaya riya digital.
Bergabung dalam komunitas dakwah digital.
Bahkan konten kecil seperti poster pendek bisa bermanfaat besar.
Support kreator konten yang membawa manfaat
dengan cara menyebarkan hal baik, bukan sensasi.
Menjadi Muslim yang bijak di dunia maya bukan hanya tentang menghindari hal buruk, tetapi juga menghadirkan cahaya kebaikan di tengah derasnya arus informasi. Setiap kata, komentar, dan unggahan adalah cerminan akhlak serta nilai iman yang kita bawa. Islam mengajarkan bahwa menjaga lisan — termasuk lisan digital — adalah bagian dari ketakwaan. Dengan menahan diri dari konten negatif, fokus pada manfaat, serta menjaga niat agar tetap ikhlas, kita sedang membangun jejak amal yang akan kita pertanggungjawabkan di hadapan Allah.
Sebagai wujud nyata pengamalan nilai-nilai kebaikan ini, kita pun diajak untuk memperbanyak amal saleh dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya adalah melalui sedekah, yang menjadi pintu keberkahan, penolak bala, dan pembersih hati. Kini, sedekah bisa dilakukan dengan sangat mudah melalui lembaga resmi dan terpercaya seperti BAZNAS Kota Sukabumi.
Yuk, tunaikan sedekah melalui website resminya: https://baznaskotasukabumi.com/
Semoga dengan menjaga etika di dunia maya, memperbanyak kebaikan, dan menunaikan sedekah, kita mendapatkan keberkahan hidup, kelapangan rezeki, ketenangan hati, serta pahala yang terus mengalir hingga akhirat kelak. Aamiin.
Untuk referensi bacaan singkat lainnya kunjungi artikel BAZNAS Kota Sukabumi yang mengulas tema Menjadi Muslim yang Bijak di Dunia Maya: Bukan Sekadar Viral
