Muslimah bisa ikut i’tikaf di masjid? Temukan hukum i’tikaf wanita, syarat, dan keutamaannya di sepuluh hari terakhir Ramadhan. Sempurnakan ibadah dengan zakat, infak, dan fidyah melalui Baznas Kota Sukabumi.
Menjelang sepuluh hari terakhir Ramadhan, umat Islam biasanya semakin meningkatkan ibadah. Salah satu amalan sunnah yang sering dilakukan adalah i’tikaf. Banyak sahabat mungkin bertanya, apakah muslimah boleh ikut i’tikaf? Artikel ini akan membahas secara lengkap hukum, tata cara, hingga syarat i’tikaf bagi perempuan berdasarkan dalil dan pendapat ulama.
Secara bahasa, i’tikaf berarti berdiam diri. Sedangkan secara istilah syar’i, i’tikaf adalah berdiam diri di masjid dengan niat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam i’tikaf, seseorang tidak hanya duduk tanpa tujuan, tetapi mengisinya dengan ibadah seperti shalat sunnah, membaca Al-Qur’an, berdzikir, bertasbih, berdoa, serta menjauhi perbuatan sia-sia.
Hukum i’tikaf adalah sunnah, terutama dianjurkan pada sepuluh hari terakhir Ramadhan, karena di waktu inilah Rasulullah SAW menekuninya.
Dari Aisyah r.a. menuturkan:
“Sesungguhnya Nabi SAW melakukan i’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan hingga beliau wafat, kemudian istri-istrinya mengerjakan i’tikaf sepeninggal beliau.”
(HR. Bukhari No. 1886 dan Muslim No. 2006).
Hadis ini menjadi dalil kuat bahwa wanita juga boleh melaksanakan i’tikaf, sebagaimana dilakukan oleh istri-istri Nabi.
Berdasarkan hadis tersebut, jelaslah bahwa i’tikaf bukan hanya ibadah untuk laki-laki, tetapi juga terbuka untuk perempuan. Namun, ada perbedaan pendapat ulama mengenai tempat i’tikaf wanita.
Jumhur ulama (Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali) berpendapat:
I’tikaf wanita tidak sah kecuali dilakukan di masjid. Maka, jika seorang perempuan beri’tikaf di rumahnya, ibadahnya tidak dianggap i’tikaf.
Sebagian ulama Hambali membolehkan i’tikaf wanita di masjid rumahnya. Namun pendapat ini minoritas, karena dalil kuat menunjukkan bahwa baik laki-laki maupun perempuan sama-sama melakukannya di masjid.
Karena itu, pendapat jumhur ulama lebih kuat: perempuan yang ingin beri’tikaf hendaknya melakukannya di masjid, sebagaimana dilakukan oleh istri-istri Rasulullah SAW.
Seorang muslimah yang ingin beri’tikaf perlu memperhatikan beberapa hal penting, agar ibadahnya sesuai syariat dan tetap menjaga kehormatan diri:
Izin suami atau wali
Wanita yang sudah bersuami wajib mendapatkan izin dari suaminya untuk i’tikaf. Hal ini sesuai dengan adab rumah tangga dalam Islam.
Menjaga aurat dan kehormatan
Selama i’tikaf, hendaknya muslimah menutupi diri dari pandangan laki-laki dan menghindari campur baur yang tidak perlu.
Tidak mengganggu jamaah lain
Posisi tempat i’tikaf sebaiknya tidak menghalangi shalat jamaah atau aktivitas masjid lainnya.
Memperhatikan keamanan
Karena wanita lebih rentan terhadap risiko, maka keamanan menjadi faktor penting. Sebaiknya beri’tikaf di masjid yang memiliki fasilitas khusus muslimah.
Dengan memperhatikan syarat ini, muslimah dapat menunaikan i’tikaf dengan khusyuk sekaligus menjaga kehormatan diri.
I’tikaf memiliki banyak keutamaan, di antaranya:
Mendapatkan malam Lailatul Qadar, yang lebih baik dari seribu bulan.
Mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan fokus penuh tanpa gangguan duniawi.
Menjadi sarana muhasabah diri untuk memperbaiki hati dan amal.
Menambah keberkahan Ramadhan dengan amal yang jarang dilakukan.
Bagi muslimah, kesempatan ini menjadi sangat berharga. Meski memiliki peran sebagai istri atau ibu, tetap ada ruang untuk memperbanyak ibadah dengan izin suami dan persiapan yang matang.
Selain memperbanyak ibadah di masjid, jangan lupakan amalan lain yang juga dianjurkan di bulan Ramadhan, yaitu zakat, infak, dan sedekah. Bahkan, mengeluarkan harta di jalan Allah bisa menjadi penyempurna ibadah i’tikaf.
Sahabat bisa menyalurkan zakat, infak, dan fidyah melalui Baznas Kota Sukabumi. Dengan begitu, ibadah yang kita lakukan tidak hanya memberi manfaat untuk diri sendiri, tetapi juga membantu sesama yang membutuhkan.
👉 Klik di sini untuk berinfak dan bersedekah: https://baznaskotasukabumi.com/infak/
Jadi, muslimah boleh ikut i’tikaf selama dilakukan di masjid dengan memperhatikan syarat-syaratnya. Dalil dari hadis Aisyah r.a. menjadi bukti nyata bahwa istri-istri Nabi SAW juga melakukan i’tikaf. Hukum i’tikaf wanita sama dengan laki-laki, yaitu sunnah, terutama pada sepuluh hari terakhir Ramadhan.
Bagi muslimah yang mampu, jangan lewatkan kesempatan emas ini untuk mendekatkan diri kepada Allah. Sambil beritikaf, jangan lupa sempurnakan amal dengan menunaikan zakat, infak, dan fidyah melalui Baznas Kota Sukabumi agar keberkahan Ramadhan semakin terasa.
Sahabat juga bisa membaca artikel pendukung yang pernah diulas Baznas Kota Sukabumi mengenai tema ini di sini: Muslimah Bisa I’tikaf Tidak?