Pelajari rahasia mengapa otak manusia sulit fokus menurut sains dan Islam, lengkap dengan ayat Al-Qur’an, hadits, pendapat ulama, serta aksi nyata untuk meningkatkan konsentrasi dan ketenangan hati. Artikel ini membahas penyebab, solusi spiritual, dan teknik praktis yang bisa langsung diterapkan.
Fokus adalah kemampuan pikiran untuk menetapkan perhatian pada satu tujuan tanpa terganggu oleh rangsangan luar maupun pikiran internal. Namun, di zaman serba cepat seperti sekarang—informasi berhamburan, notifikasi tidak berhenti, dan tuntutan hidup terus menekan—banyak orang merasa sulit berkonsentrasi. Fenomena ini bukan sekadar masalah teknis, tetapi berkaitan dengan cara kerja otak, kondisi hati, serta ruhani manusia menurut perspektif Islam dan ilmu pengetahuan.
Secara neurologis, fokus dikendalikan oleh prefrontal cortex—bagian otak yang bertanggung jawab atas perencanaan, pengambilan keputusan, dan perhatian. Ketika terlalu banyak informasi masuk, otak memasuki mode “overload” sehingga sulit menahan godaan distraksi.
Penelitian modern mengungkap bahwa kebiasaan multitasking, media sosial, dan lingkungan bising melemahkan kemampuan otak mempertahankan perhatian jangka panjang. Inilah sebabnya seseorang bisa membuka gawai hanya untuk membalas pesan, namun berakhir menggulir media sosial selama satu jam.
Dalam Islam, manusia diingatkan bahwa hati (qalb) sangat mudah berubah. Nabi SAW bersabda:
“Sesungguhnya hati itu berbolak-balik lebih cepat daripada pergerakan panci yang mendidih.”
(HR. Ahmad)
Para ulama menegaskan bahwa qalb dinamakan demikian karena sifatnya yang mudah berpindah. Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menjelaskan bahwa hati adalah pusat kesadaran manusia—ketika hati tidak tenang, pikiran ikut terganggu.
Artinya, ketidakmampuan fokus bukan hanya persoalan otak, tetapi juga kondisi hati.
Banyak ulama kontemporer, seperti Syekh Abdullah bin Jibrin dan Syekh Sa’d Al-Khathlan, menyatakan bahwa lingkungan digital saat ini membawa jenis gangguan baru: distraksi tanpa henti yang membuat manusia lupa tujuan hidupnya.
Ibnul Qayyim dalam Al-Fawaid menulis:
“Di antara pintu terbesar setan masuk ke dalam hati adalah kesibukan yang sia-sia.”
Hal ini sangat relevan dengan zaman sekarang—ketika perhatian kita dikejar oleh notifikasi, hiburan instan, dan rutinitas tanpa makna, yang pada akhirnya melemahkan kemampuan fokus karena hati dipenuhi hal tidak penting.
Al-Qur’an tidak spesifik menyebut istilah “fokus” dalam konteks sains modern, tetapi banyak ayat membahas tentang perhatian, kekhusyukan, dan menundukkan hati.
Allah berfirman:
“Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya.”
(QS. Al-Mu’minun: 1–2)
Khusyuk adalah puncak fokus spiritual: menahan pikiran dan hati dari segala yang tidak berkaitan dengan ibadah.
Allah berfirman:
“Dan janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami.”
(QS. Al-Kahfi: 28)
Ayat ini mengingatkan pentingnya menjaga hati dari kelalaian—karena kelalaian memutus hubungan antara hati dan fokus.
Allah berfirman:
“Ketahuilah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.”
(QS. Ar-Ra’d: 28)
Ketenangan hati adalah fondasi utama agar pikiran mudah berkonsentrasi.
Selain pembahasan tentang hati, Rasulullah SAW memberikan panduan agar manusia tidak larut dalam distraksi.
Rasulullah SAW bersabda:
“Amalan yang paling dicintai Allah adalah yang dilakukan secara konsisten meski sedikit.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Ini menunjukkan pentingnya membentuk kebiasaan kecil untuk melatih fokus.
Rasulullah SAW bersabda:
“Termasuk tanda baiknya Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baginya.”
(HR. Tirmidzi)
Hadits ini sangat relevan dalam mengatasi distraksi—sebagian besar gangguan fokus berasal dari hal yang sebenarnya tidak bernilai.
Nabi SAW sering membaca doa:
“Ya Allah, tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu.”
(HR. Tirmidzi)
Ini menunjukkan bahwa keteguhan hati adalah kunci keteguhan pikiran.
Dalam Ihya’ Ulumuddin, Al-Ghazali menjelaskan bahwa manusia dapat kehilangan fokus karena:
Hati tidak tenang
Keresahan membuat pikiran tidak stabil.
Terlalu banyak keinginan
Banyak mau—banyak distraksi.
Terlalu sering mengonsumsi informasi
Menurut Al-Ghazali, informasi yang tidak bermanfaat adalah “racun hati”.
Tidak membiasakan diri dengan tadabbur
Hati yang jarang merenungi makna hidup menjadi sibuk sendiri.
Pemikiran Al-Ghazali ini sejalan dengan riset neurosains tentang mental clutter, yaitu penumpukan informasi yang membuat otak mudah lelah dan kehilangan fokus.
Islam menekankan pentingnya perhatian dan kehadiran hati dalam ibadah maupun aktivitas sehari-hari.
Imam Ibn Rajab berkata:
“Nilai amal adalah berdasarkan sejauh mana hati hadir di dalamnya.”
Fokus yang baik membentuk kualitas amal, produktivitas, kemampuan belajar, bahkan kesehatan mental.
Berikut ringkasan penyebab utama:
Terlalu banyak distraksi digital
Notifikasi, media sosial, dan konten instan mengaktifkan dopamin berlebih.

Hati yang gelisah
Karena dosa, stres, beban pikiran, atau kurang dzikir.
Tidak ada manajemen waktu
Mengikuti arus tanpa perencanaan melemahkan fokus.
Kurang tidur dan kelelahan
Hal ini menyebabkan kabut otak (brain fog).
Terlalu banyak keinginan duniawi
Sebagaimana dijelaskan para ulama, keinginan yang tak terkendali memecah hati.
Bangun sebelum subuh memberi ketenangan dan kejernihan pikiran.
Dzikir menenangkan hati, dan ketenangan adalah fondasi fokus.

Matikan notifikasi, buat jadwal penggunaan gawai, atau gunakan mode fokus.
Mirip anjuran ulama untuk “menjaga amalan sedikit tapi kontinu”.
Shalat adalah latihan fokus terbaik. Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk menahan pandangan dari hal yang mengganggu saat shalat agar khusyuk.
Sejalan dengan kebiasaan Rasulullah SAW yang sangat terencana dalam kegiatan hariannya.
Ibnul Qayyim menjelaskan: “Dosa melemahkan hati, dan hati yang lemah sulit menerima cahaya.”
Tentukan 1–2 jam tanpa gangguan setelah Subuh atau sebelum Dzuhur untuk pekerjaan penting.
Dampaknya besar untuk ketenangan saraf otak.
Maafkan orang lain, kurangi iri, dan jauhi dengki—ini sangat mempengaruhi kejernihan pikiran.
Kesulitan fokus bukan hanya persoalan teknis pada otak, tetapi juga cerminan dari keadaan hati. Islam mengajarkan bahwa ketenangan hati, dzikir, konsistensi amal, serta menjauhi hal yang tidak bermanfaat adalah fondasi utama untuk memperoleh kejernihan pikiran. Sains pun menegaskan bahwa kebiasaan digital berlebih, kelelahan, dan mental yang penuh beban membuat kemampuan konsentrasi menurun.
Dengan menggabungkan pendekatan ilmu pengetahuan dan bimbingan syariat, kita dapat melatih fokus secara seimbang: menenangkan hati melalui ibadah dan dzikir, serta menjaga otak melalui pengelolaan waktu, pola hidup sehat, dan pembatasan distraksi.
Sebagai wujud penerapan nilai-nilai ketenangan hati, kepedulian, dan pengendalian diri yang diajarkan Islam, marilah kita memperbanyak amal kebaikan—salah satunya melalui sedekah. Sedekah adalah amalan yang membersihkan hati, menenangkan jiwa, dan mendatangkan keberkahan hidup. Kini, bersedekah dapat dilakukan dengan mudah melalui lembaga resmi seperti BAZNAS Kota Sukabumi.
Yuk, tunaikan sedekah melalui website resmi BAZNAS Kota Sukabumi:
https://baznaskotasukabumi.com/
Semoga dengan menjaga hati, meningkatkan fokus, dan gemar berbagi, Allah lapangkan rezeki kita, mudahkan urusan kita, serta curahkan pahala yang tidak terputus hingga akhirat. Aamiin.
Untuk referensi bacaan singkat lainnya kunjungi artikel BAZNAS Kota Sukabumi yang mengulas tema Rahasia Otak Manusia: Kenapa Kita Sulit Fokus?
