Hidup lelah karena mengejar ekspektasi orang lain? Artikel ini mengajakmu berhenti hidup demi validasi manusia dan mulai menentukan jalan hidup sendiri sesuai tuntunan Al-Qur’an, hadits, dan nasihat ulama, lengkap dengan aksi nyata.
Ada banyak orang yang terlihat “sukses” di mata manusia, namun di dalam hatinya kosong, lelah, bahkan kehilangan jati diri. Bukan karena ia tidak mampu, tetapi karena ia terlalu lama hidup untuk memenuhi ekspektasi orang lain—orang tua, pasangan, lingkungan, bahkan media sosial. Pertanyaannya: apakah hidup kita memang milik orang lain?
Islam hadir sebagai agama yang membebaskan manusia dari perbudakan sesama manusia, menuju penghambaan yang murni hanya kepada Allah SWT. Maka, berhentilah hidup demi validasi manusia. Kamu berhak menentukan jalan hidupmu sendiri—selama tetap berada di jalan yang diridhai-Nya.
Allah SWT menegaskan tujuan hidup manusia dengan sangat jelas:
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.”
(QS. Adz-Dzariyat: 56)
Ayat ini menegaskan bahwa orientasi seorang mukmin bukanlah ekspektasi manusia, melainkan keridaan Allah SWT. Namun dalam praktiknya, banyak orang justru terjebak dalam pola mengejar penilaian sesama
Takut mengecewakan orang lain.
Takut dianggap gagal.
Takut dinilai tidak sukses.
Akhirnya, kita kehilangan satu hal penting: kejujuran terhadap diri sendiri.
Rasulullah SAW juga mengingatkan:
“Barang siapa yang mencari keridaan manusia dengan kemurkaan Allah, maka Allah murka kepadanya dan manusia pun akan murka kepadanya.”
(HR. Tirmidzi)
Hadits ini sangat tegas: upaya menyenangkan semua orang adalah jalan yang melelahkan dan tidak pernah berujung.
Tekanan untuk memenuhi standar orang lain sering kali memicu:
Stres berkepanjangan
Kecemasan
Burnout mental
Hilangnya rasa syukur
Bahkan depresi
Imam Al-Ghazali رحمه الله berkata:
“Sumber kegelisahan manusia adalah ketika hatinya bergantung pada penilaian manusia, bukan kepada Allah.”
Hadits ini sangat tegas: upaya menyenangkan semua orang adalah jalan yang melelahkan dan tidak pernah berujung
Padahal Allah sendiri menegaskan:
“Seseorang tidak akan memikul beban orang lain.”
(QS. Al-An‘am: 164)
Artinya, kelak yang dimintai pertanggungjawaban atas hidup kita bukan lingkungan kita, tetapi diri kita sendiri di hadapan Allah.
Setiap orang memiliki:
Latar belakang yang berbeda
Kekuatan yang berbeda
Ujian yang berbeda
Misi hidup yang berbeda
Banding-membandingkan hidup hanya akan melahirkan iri, rendah diri, dan tidak pernah puas.
Allah SWT berfirman:
“Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat memanfaatkan sebagian yang lain.”
(QS. Az-Zukhruf: 32)
Ibnu Katsir رحمه الله menjelaskan bahwa perbedaan keadaan bukanlah tanda ketidakadilan Allah, melainkan bentuk pembagian peran dalam kehidupan. Tidak semua harus menjadi yang paling menonjol. Ada yang ditempatkan sebagai penopang, ada yang melayani umat, ada yang memimpin—dan semuanya mulia di sisi Allah jika diniatkan karena-Nya
Masalah terbesar dari hidup demi manusia adalah:
tidak ada garis finish-nya.
Hari ini kamu dipuji karena sukses akademik.
Besok ditanya soal pekerjaan.
Setelah bekerja, ditanya soal menikah.
Setelah menikah, ditanya soal anak.
Setelah punya anak, ditanya soal rumah, jabatan, gaji, dan seterusnya.
Rasulullah SAW bersabda:
“Seandainya anak Adam memiliki satu lembah emas, ia akan menginginkan dua lembah emas.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Bukan hanya manusia yang tidak pernah puas, ekspektasi mereka pun tidak pernah selesai. Jika kita terus mengejar semuanya, kita akan kehilangan kebahagiaan hari ini demi standar yang terus bergerak.
Banyak orang takut memilih jalan hidupnya sendiri karena dianggap:
Melawan orang tua
Tidak patuh pada tradisi
Dianggap berbeda
Padahal Islam mengajarkan keseimbangan antara bakti kepada orang tua dan ketaatan kepada Allah.
Allah SWT berfirman:
“Jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku, maka janganlah kamu taati, tetapi pergaulilah mereka di dunia dengan baik.”
(QS. Luqman: 15)
Ayat ini mengajarkan prinsip penting:
Taat boleh
Hormat wajib
Namun pilihan hidup tetap harus sesuai kebenaran
Imam An-Nawawi رحمه الله menjelaskan bahwa ketaatan kepada manusia tidak boleh sampai mengorbankan kebenaran dan keselamatan jiwa seseorang.
Bahagia bukan tentang:
Siapa yang paling cepat menikah
Siapa yang paling tinggi jabatannya
Siapa yang paling viral
Siapa yang hidupnya paling tampak sempurna
Bahagia adalah ketika:
Kamu mengenal dirimu
Kamu menerima prosesmu
Kamu berjalan bersama Allah
Allah SWT menenangkan hati kita dengan firman-Nya:
“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.”
(QS. Ar-Ra’d: 28)
Ketenangan tidak lahir dari validasi sosial, tetapi dari hubungan yang benar dengan Sang Pencipta.
Agar artikel ini tidak hanya menjadi renungan, berikut aksi nyata yang bisa langsung kamu praktikkan:
Bukan versi orang tua, bukan versi teman, tapi:
Apa yang ingin kamu capai?
Nilai hidup apa yang ingin kamu jaga?
Peran apa yang ingin kamu jalani?
Tanyakan pada diri sendiri:
“Apakah ini pendapat orang atau perintah Allah?”
Jika hanya omongan manusia, tidak semua harus kamu pikul.
Shalat tepat waktu
Dzikir harian
Tilawah Al-Qur’an
Karena semakin kuat hubungan dengan Allah, semakin kecil ketergantunganmu pada manusia.

Menolak bukan berarti durhaka.
Menjaga batas bukan berarti egois.
Bertemanlah dengan orang yang:
Mengingatkan pada Allah
Tidak meremehkan prosesmu
Menguatkan saat kamu lelah
Hidup untuk terus berusaha memenuhi ekspektasi manusia hanya akan membuat hati lelah dan kehilangan arah. Islam mengajarkan bahwa tujuan utama seorang hamba adalah meraih ridha Allah SWT, bukan pengakuan sesama. Setiap dari kita diciptakan dengan jalan yang unik, ujian yang berbeda, serta potensi yang khas. Maka, berhenti membandingkan diri, berhenti berjalan dalam tekanan standar orang lain, dan mulailah melangkah dengan kesadaran bahwa semua ini adalah amanah yang kelak dipertanggungjawabkan langsung kepada Allah.”
“Menentukan arah sendiri bukan berarti durhaka, bukan pula egois, apalagi bentuk pembangkangan. Justru inilah wujud kejujuran pada diri, selama setiap langkah tetap berada dalam koridor iman dan kebaikan. Ketika kita berhenti mencari validasi manusia, saat itulah ketenangan sejati mulai tumbuh.
Sebagai wujud nyata pengamalan nilai-nilai kemandirian, keikhlasan, dan kepedulian sosial yang diajarkan Islam, kita juga diajak untuk memperbanyak amal kebaikan, salah satunya melalui sedekah. Kini, bersedekah bisa dilakukan dengan lebih mudah, aman, dan terpercaya melalui BAZNAS Kota Sukabumi.
Yuk, salurkan sedekah terbaikmu melalui website resmi: https://baznaskotasukabumi.com/
Semoga setiap sedekah yang kita tunaikan menjadi penguat langkah kita dalam menentukan jalan hidup yang diridhai Allah, membuka pintu keberkahan rezeki, menenangkan hati, serta menjadi pahala yang terus mengalir hingga akhirat kelak. Aamiin.
Untuk referensi bacaan singkat lainnya kunjungi artikel BAZNAS Kota Sukabumi yang mengulas tema STOP Hidup untuk Ekspektasi Orang: Kamu Berhak Menentukan Jalanmu Sendiri
