Pelajari cara Islam menenangkan hati dari overthinking melalui tawakal, dzikir, doa, shalat, serta pandangan ulama, dalil Al-Qur’an, dan hadis. Temukan solusi spiritual dan praktis agar jiwa kembali tenang.
Di era modern, banyak orang terjebak dalam overthinking—kondisi ketika pikiran bekerja berlebihan, memikirkan kemungkinan buruk, dan mengulang-ulang masalah sampai menimbulkan kecemasan. Dalam Islam, hati yang gelisah bukan hal baru. Al-Qur’an, hadis, dan penjelasan para ulama telah memberikan panduan yang sangat jelas tentang cara menenangkan hati ketika pikiran terasa penuh dan tidak karuan.
Overthinking biasanya muncul karena kekhawatiran berlebihan tentang masa depan, ketakutan gagal, atau penyesalan terhadap masa lalu. Islam memandang bahwa kegelisahan hati sering kali muncul ketika seseorang terlalu mengandalkan diri sendiri dan lupa bersandar kepada Allah. Karena itu, solusi Islam bersifat menyeluruh, menyentuh sisi spiritual, mental, dan perilaku.
Tawakal berarti berserah diri kepada Allah setelah berusaha. Ini adalah obat utama bagi hati yang terlalu banyak memikirkan hal-hal di luar kendalinya.
Allah berfirman:
“Barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupinya.”
(QS. At-Talaq: 3)
Ayat ini menjadi bukti bahwa ketenangan sejati datang ketika kita menyerahkan hal-hal yang tidak mampu kita kontrol kepada Allah. Ibn Katsir menjelaskan bahwa siapa pun yang menyandarkan seluruh urusannya kepada Allah, maka Allah akan menjamin kecukupan dan perlindungan-Nya. Overthinking justru datang ketika manusia mencoba mengontrol semua hal sendiri.
Rasulullah SAW telah mengajarkan doa-doa yang menjadi penawar kegelisahan, kecemasan, dan pikiran yang berlebihan. Salah satunya adalah doa yang diriwayatkan oleh HR. Abu Dawud:
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari rasa gelisah dan sedih, dari lemah dan malas, dari pengecut dan bakhil, dari lilitan utang dan tekanan manusia.”
Menurut Imam An-Nawawi, doa ini mencakup seluruh sumber kegelisahan manusia. Dengan rutin membacanya, hati menjadi lebih stabil dan pikiran lebih damai.
Overthinking biasanya muncul karena seseorang memikirkan kemungkinan buruk yang belum tentu terjadi. Imam Ibn Qayyim Al-Jauziyyah menjelaskan bahwa kebanyakan kegelisahan manusia berasal dari dua hal: takut akan sesuatu yang belum terjadi dan menyesali sesuatu yang telah berlalu. Kedua fokus ini tidak memberikan manfaat apa pun.
Islam mengajarkan untuk fokus pada usaha terbaik hari ini. Rasulullah SAW bersabda:
“Jika engkau meminta, mintalah kepada Allah. Jika engkau memohon pertolongan, mohonlah kepada Allah.”
(HR. Tirmidzi)
Hadis ini menegaskan bahwa manusia hanya mengontrol usaha, bukan hasil. Ketika seseorang belajar membedakan mana yang bisa dikontrol dan mana yang harus diserahkan kepada Allah, maka overthinking berangsur hilang.
Allah mengingatkan bahwa ketenangan hati hanya bisa didapat dengan mengingat-Nya:
“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.”
(QS. Ar-Ra’d: 28)
Pandangan para ulama seperti Ibn Kathir dan Al-Qurthubi sepakat bahwa dzikir adalah obat bagi kegelisahan, karena dzikir menumbuhkan kehadiran Allah dalam hati. Semakin kuat hubungan seseorang dengan Allah, semakin kecil ruang bagi overthinking untuk berkembang.
Dzikir tidak harus panjang. Bisa dengan:
Hasbunallah wa ni’mal wakiil
La ilaha illa Anta subhanaka inni kuntu minaz-zalimin
Istighfar
Shalawat
Dzikir yang rutin dapat memperbaiki kondisi psikologis, sebagaimana ditegaskan oleh Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin bahwa hati yang sibuk dengan Allah akan jauh dari bisikan negatif.
Ketika pikiran semrawut, Islam mengarahkan kita untuk kembali kepada shalat. Rasulullah SAW ketika menghadapi masalah selalu berkata:
“Wahai Bilal, tenangkanlah kami dengan shalat.”
(HR. Abu Dawud)
Shalat bukan hanya ritual, tetapi terapi spiritual yang meredakan kecemasan. Dalam shalat, seseorang mengakui kelemahannya, mengadu kepada Allah, dan mendapatkan kekuatan baru. Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali menyebut bahwa shalat adalah ruang untuk melepas beban pikiran dan membersihkan hati dari kegalauan.

Salah satu sumber overthinking adalah ketakutan tentang hal-hal yang belum terjadi. Islam melarang seorang Muslim membiarkan dirinya tenggelam dalam ketakutan masa depan tanpa sebab.
Rasulullah SAW bersabda:
“Janganlah kamu berkata: ‘Kalau saja aku melakukan ini…’ karena hal itu membuka pintu setan. Namun katakanlah: ‘Qadarullah wa maa syaa’a fa’al.’”
(HR. Muslim)
Ulama seperti Imam Nawawi menjelaskan bahwa sikap “kalau saja…” adalah salah satu pintu terbesar menuju kecemasan dan penyesalan tanpa manfaat. Dengan menerima takdir, overthinking pun mereda.
Selain spiritual, Islam juga mengajarkan menjaga fisik dan mental. Overthinking sering diperburuk oleh kelelahan, kurang tidur, dan pola hidup yang tidak sehat.
Rasulullah SAW mengajarkan moderasi dalam makan, tidur, dan bekerja. Imam Al-Ghazali menegaskan bahwa tubuh yang sehat akan membantu hati lebih mudah mengingat Allah. Maka, mengatur pola tidur, berolahraga, dan mengurangi beban adalah bagian dari sunnah.
Lingkungan yang penuh tekanan dan perkataan negatif dapat memperburuk overthinking. Allah berfirman:
“Bersabarlah kamu bersama orang-orang yang menyeru Tuhannya pagi dan petang…”
(QS. Al-Kahfi: 28)
Ibnu Katsir menafsirkan bahwa ayat ini memerintahkan kita bergaul dengan orang-orang yang hatinya baik dan menenangkan. Teman yang positif bisa menurunkan tingkat kecemasan dan mengurangi pikiran buruk.
Salah satu penyebab utama overthinking menurut para ulama adalah lemahnya husnuzan kepada Allah. Ketika hati dipenuhi prasangka buruk—takut Allah tidak menolong, takut masa depan gelap, atau merasa doa tidak dikabulkan—pikiran jadi mudah dipenuhi skenario negatif. Padahal Allah berfirman dalam hadis qudsi:
“Aku sesuai prasangka hamba-Ku kepada-Ku.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Imam Ibn Qayyim menjelaskan bahwa ayat dan hadis ini menjadi fondasi ketenangan hati: siapa yang berbaik sangka kepada Allah, maka Allah akan memberikan jalan keluar dan ketenangan baginya. Overthinking muncul ketika manusia meyakini skenario buruk lebih kuat daripada janji Allah.
Overthinking sering muncul karena manusia ingin mengendalikan masa depan sepenuhnya. Padahal, Islam mengajarkan bahwa segala sesuatu sudah ditetapkan dengan hikmah.
Allah berfirman:
“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa di bumi dan pada dirimu melainkan telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami mewujudkannya.”
(QS. Al-Hadid: 22)
Ayat berikutnya (QS. Al-Hadid: 23) menjelaskan hikmahnya: agar manusia tidak terlalu bersedih terhadap apa yang luput dan tidak terlalu bangga terhadap yang diperoleh.
Imam Al-Qurthubi menjelaskan bahwa yakin kepada takdir membuat hati stabil—tidak terombang-ambing kekhawatiran. Ini adalah pondasi kuat untuk mengatasi overthinking, karena seseorang sadar bahwa apa yang ditetapkan untuknya tidak akan pernah meleset.
Overthinking bukan hanya dialami manusia modern. Para sahabat juga pernah mengalami kegelisahan, tetapi mereka menunjukkan cara Islami mengatasinya.
Ketika bersembunyi di Gua Tsur, Abu Bakar gelisah karena takut para pengejar menemukan mereka. Rasulullah SAW menenangkannya:
“Jangan bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.”
(QS. At-Taubah: 40)
Ayat ini menjadi bukti bahwa kegelisahan adalah fitrah, tetapi penyembuhannya adalah keyakinan bahwa Allah selalu membersamai hamba-Nya.
Umar sering menangis ketika mengingat amanah yang Allah berikan. Namun beliau mengatasi kecemasan dengan memperbanyak doa, muhasabah, dan memperkuat iman.
Kisah ini mengajarkan bahwa solusi Islam bukan menolak rasa takut, tetapi mengolahnya menjadi ibadah dan kekuatan iman.
Para ulama mengingatkan bahwa kondisi fisik memengaruhi ketenangan hati. Imam Ibn Qayyim menyebutkan bahwa jiwa dan tubuh adalah “dua saudara yang saling memengaruhi.” Ketika tubuh lelah, pikiran lebih mudah kacau.
Karena itu Islam menganjurkan:
tidur yang cukup
makan yang halal dan seimbang
menjaga kebersihan
menghindari maksiat yang membuat hati gelisah
Rasulullah SAW bersabda:
“Tubuhmu memiliki hak atasmu.”
(HR. Bukhari)
Dengan tubuh yang sehat, seseorang lebih mampu mengendalikan pikiran negatif dan menguatkan diri melalui ibadah.
Untuk mengurangi overthinking, Islam mengajarkan kebiasaan yang sangat efektif: muhasabah (evaluasi diri) dan doa sebelum tidur. Di antara doa yang dianjurkan adalah:
“Dengan nama-Mu ya Allah aku hidup dan dengan nama-Mu aku mati.”
(HR. Bukhari)
Ibn Rajab menjelaskan bahwa doa malam mengajarkan pasrah total kepada Allah sebelum tidur. Ini membantu hati melepaskan beban pikiran yang dibawa sepanjang hari.

Overthinking adalah masalah batin yang sering dialami manusia modern, namun Islam telah memberikan solusi lengkap untuk menenangkan hati—mulai dari tawakal, dzikir, shalat, doa, memperbaiki pola hidup, hingga memperkuat iman kepada takdir. Para ulama menegaskan bahwa ketenangan sejati hanya akan hadir ketika hati kembali bergantung kepada Allah, bukan kepada kemampuan diri semata. Dengan memperbanyak dzikir, menjauhi prasangka buruk, mencari lingkungan yang baik, serta menjaga fisik dan jiwa, overthinking akan perlahan mereda.
Pada akhirnya, Islam mengajarkan bahwa hati yang dekat dengan Allah adalah hati yang paling tenang. Maka dari itu, mari kita jadikan setiap kegelisahan sebagai jalan kembali kepada-Nya.
Sebagai bentuk pengamalan nilai-nilai Islam—khususnya tentang ketenangan hati, syukur, dan tawakal—kita juga dianjurkan untuk memperbanyak amal kebaikan seperti bersedekah. Sedekah bukan hanya menenangkan hati, tetapi juga membuka pintu rezeki dan menolak bala, sebagaimana dijelaskan dalam banyak hadis.
Kini, sedekah bisa dilakukan dengan mudah melalui lembaga resmi seperti BAZNAS Kota Sukabumi.
Yuk, tunaikan sedekah terbaikmu melalui website resmi: https://baznaskotasukabumi.com/
Semoga Allah melapangkan hati kita, menjauhkan dari overthinking, melimpahkan keberkahan, serta menjadikan sedekah kita sebagai amal jariyah yang terus mengalir sampai hari akhir. Aamiin.
Untuk referensi bacaan singkat lainnya kunjungi artikel BAZNAS Kota Sukabumi yang mengulas tema Terjebak Overthinking? Begini Cara Islam Menenangkan Hati
