Artikel ini membahas strategi UMKM naik kelas melalui bisnis halal dan berkah menurut prinsip ekonomi Islam, dilengkapi dalil Al-Qur’an, hadits, pandangan ulama, serta langkah nyata penerapannya.
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategis dalam perekonomian Indonesia. Selain sebagai penyerap tenaga kerja terbesar, UMKM juga menjadi penggerak ekonomi umat. Namun, tantangan utama UMKM saat ini bukan hanya bertahan, melainkan naik kelas—menjadi usaha yang profesional, berdaya saing, dan berkelanjutan.
Dalam perspektif Islam, bisnis tidak semata-mata bertujuan memperoleh keuntungan materi, tetapi juga mengejar kehalalan dan keberkahan. Ekonomi Islam hadir sebagai panduan agar aktivitas usaha berjalan sesuai syariat, menghadirkan keadilan, dan membawa maslahat bagi pelaku usaha maupun masyarakat.
Bisnis halal berarti seluruh proses usaha—mulai dari modal, produksi, hingga distribusi—terbebas dari unsur yang diharamkan. Sementara itu, berkah berarti usaha tersebut membawa kebaikan yang berkelanjutan, menenangkan hati, dan memberi manfaat sosial.
Allah SWT berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang telah Kami berikan kepadamu…”
(QS. Al-Baqarah: 172)
Ayat ini menegaskan bahwa kualitas rezeki menjadi perhatian utama dalam Islam, bukan sekadar jumlahnya.
Islam memberikan panduan tegas terkait etika bisnis. Salah satu prinsip utama adalah larangan riba:
“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
(QS. Al-Baqarah: 275)
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
“Pedagang yang jujur dan amanah akan bersama para nabi, orang-orang shiddiq, dan para syuhada.”
(HR. At-Tirmidzi)
Hadits ini menunjukkan bahwa kejujuran dalam bisnis memiliki kedudukan mulia di sisi Allah.
Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menegaskan bahwa aktivitas ekonomi adalah bagian dari ibadah apabila dilakukan dengan niat yang benar dan cara yang halal. Ia menekankan pentingnya kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab sosial dalam mencari nafkah.
Ibn Qayyim al-Jawziyyah menjelaskan bahwa prinsip utama muamalah adalah keadilan dan kemaslahatan. Setiap transaksi yang mengandung penipuan atau merugikan pihak lain bertentangan dengan tujuan syariat.
Ulama kontemporer seperti Yusuf al-Qaradawi juga menegaskan bahwa ekonomi Islam tidak memusuhi keuntungan, tetapi mengatur cara memperolehnya agar tidak merusak nilai kemanusiaan dan sosial.
UMKM harus memastikan bahan baku, proses produksi, dan distribusi sesuai syariat. Sertifikasi halal menjadi langkah strategis untuk meningkatkan kepercayaan konsumen dan memperluas pasar.
Penggunaan modal bebas riba serta pencatatan keuangan yang transparan adalah fondasi usaha yang sehat. Pembiayaan berbasis syariah seperti musyarakah dan mudharabah dapat menjadi alternatif.
Informasi produk harus disampaikan apa adanya, tanpa manipulasi. Islam melarang praktik gharar (ketidakjelasan) dan tadlis (penipuan).
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang apabila bekerja, ia menyempurnakannya.”
Kualitas produk dan pelayanan adalah bentuk ihsan yang bernilai ibadah.
Zakat, infak, dan sedekah bukan pengurang harta, melainkan sarana pembersih dan penarik keberkahan usaha.

Dalam perspektif ekonomi Islam, keberhasilan usaha tidak hanya ditentukan oleh strategi bisnis dan kecukupan modal, tetapi juga oleh niat pelaku usaha. Islam memandang aktivitas usaha sebagai bagian dari ibadah apabila diniatkan untuk mencari rezeki halal, menafkahi keluarga, serta memberi manfaat bagi masyarakat.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya setiap amal tergantung pada niatnya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Niat yang lurus akan melahirkan etos kerja islami, seperti kejujuran, kedisiplinan, tanggung jawab, kerja keras, dan istiqamah. Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa usaha yang dijalankan dengan niat ibadah akan bernilai pahala, meskipun hasil materi yang diperoleh belum besar. Dengan demikian, UMKM tidak hanya naik kelas secara ekonomi, tetapi juga meningkat kualitas spiritual dan moral pelaku usahanya.
Meskipun prinsip ekonomi Islam menawarkan nilai yang ideal, penerapannya di kalangan UMKM tidak selalu mudah. Beberapa tantangan yang sering dihadapi antara lain keterbatasan modal bebas riba, rendahnya literasi keuangan syariah, anggapan bahwa sertifikasi halal rumit dan mahal, serta tekanan persaingan harga dengan produk non-halal.
Sebagai solusi, UMKM dapat memanfaatkan pembiayaan dari lembaga keuangan syariah, koperasi syariah, serta program pendampingan halal yang disediakan oleh pemerintah dan lembaga Islam. Ulama kontemporer seperti Yusuf al-Qaradawi menegaskan bahwa syariat Islam diturunkan untuk membawa kemudahan (taysir), bukan kesulitan. Oleh karena itu, kolaborasi antar-UMKM halal, edukasi berkelanjutan, dan dukungan lembaga resmi menjadi kunci agar prinsip ekonomi Islam dapat diterapkan secara nyata dan berkelanjutan.
Agar prinsip di atas tidak berhenti pada konsep, berikut langkah nyata yang bisa dilakukan:
Melakukan audit kehalalan bahan dan proses produksi
Memisahkan keuangan usaha dan pribadi
Menyusun pencatatan keuangan sederhana
Mengajukan sertifikasi halal secara bertahap
Menetapkan standar kualitas produk
Menyisihkan keuntungan untuk zakat dan sedekah
Membangun branding berbasis nilai kejujuran dan kebermanfaatan
Mengikuti pelatihan kewirausahaan syariah
Menjalin kemitraan dengan lembaga keuangan syariah
Mengevaluasi usaha secara rutin dengan prinsip muhasabah
UMKM yang ingin naik kelas tidak cukup hanya berorientasi pada peningkatan omzet dan perluasan pasar. Dalam perspektif ekonomi Islam, kesuksesan usaha diukur dari kehalalan proses, kejujuran dalam transaksi, profesionalisme dalam bekerja, serta keberkahan yang dirasakan dan dibagikan. Dengan menerapkan prinsip-prinsip syariah—mulai dari pengelolaan modal bebas riba, peningkatan kualitas produk, hingga tanggung jawab sosial—UMKM dapat tumbuh secara berkelanjutan sekaligus memberi manfaat luas bagi masyarakat.
Lebih dari itu, niat yang lurus dan etos kerja islami menjadi fondasi utama agar usaha tidak hanya berkembang secara ekonomi, tetapi juga bernilai ibadah. Tantangan dalam menerapkan ekonomi Islam pada UMKM bukanlah penghalang, melainkan peluang untuk berbenah melalui edukasi, kolaborasi, dan dukungan lembaga syariah. Ketika usaha dijalankan dengan kejujuran, amanah, dan ihsan, maka kepercayaan konsumen akan tumbuh dan keberkahan pun akan mengiringi.
Sebagai wujud nyata pengamalan nilai-nilai ekonomi Islam dalam dunia usaha, pelaku UMKM dan masyarakat diajak untuk tidak melupakan sedekah sebagai bagian dari kesuksesan bisnis. Sedekah bukanlah pengurang harta, melainkan sarana pembersih usaha dan pembuka pintu keberkahan rezeki. Kini, bersedekah dapat dilakukan dengan mudah melalui lembaga resmi seperti BAZNAS Kota Sukabumi melalui website: https://baznaskotasukabumi.com/
Semoga dengan menjalankan usaha secara halal, profesional, dan disertai dengan sedekah, setiap langkah bisnis yang ditempuh menjadi lebih berkah, rezeki dilapangkan, serta pahala terus mengalir hingga akhirat. Aamiin.
Untuk referensi bacaan singkat lainnya kunjungi artikel BAZNAS Kota Sukabumi yang mengulas tema UMKM Naik Kelas: Strategi Bisnis Halal dan Berkah Menurut Prinsip Ekonomi Islam
